Napasnya terengah-engah menuruni anak tangga, kemudian terduduk lemas pada anak tangga ke sekian dengan kaki sudah menapak di dasar lantai satu. Kaula, ia berhasil keluar kelas setelah meminta izin pada dosen. Setelah dirasa cukup menenangkan diri, ia bangkit berdiri dan melangkah hingga pandangannya mendapati langit yang sedang normal. Tidak ada dua warna yang bersinggungan jelas seperti kemarin. Dan anehnya, tidak ada berita yang mengabarkan meski dari rekaman amatir seseorang atau beberapa. Dirasakannya angin berhembus saat sama sekali pandangannya tidak beralih dari langit hingga langkahnya keluar dari gedung kampus. Ia mengira mungkin jiwanya sudah terganggu karena kondisi kesehatan ibu yang menurun sejak salah satu anaknya yang kembar dinyatakan hilang.
"Hei," Seorang dosen wanita menyapa. "Kamu sedang tidak ada kelas, kah?"
Kaula mengejap-ngejapkan mata dan mulai memindai jawaban di dalam benak sekiranya ada yang bisa dilontarkan tanpa ia pedulikan bohong atau tidak. "Saya kurang tidur, bu. Tadi saya lihat kelas saya penuh, padahal sebenarnya kami sekelas tidak sebanyak itu...," ternyata sebuah fakta yang terkatakan olehnya, namun belum selesai ia menjawab, sesuatu di dalam tubuhnya terasa panas menjalar dari bawah sampai atas hingga pening merenggut kesadarannya.
Sang dosen panik, Kaula pingsan ke dalam pelukannya. Beberapa orang yang melihat pun membantunya membopong ke ruang kesehatan. Setelah membaringkan ke atas salah satu ranjang, petugas kesehatan hanya mengizinkan dosen yang menjadi tumpuan Kaula pingsan tadi untuk tetap di tempat. Seperti petugas medis di rumah sakit pada umumnya, petugas kesehatan yang menangani terlihat tenang saat melakukan pemeriksaan. Ia lantas mengambil sebuah botol yang berisi minyak tradisional turun temurun yang selalu ampuh memantik kesadaran dengan mendekatkankan ke indera penghidu, begitu yang dilakukan pada Kaula.
Mata yang terpejam itu terlihat bergerak-gerak. Di balik kelopak itu bolamata di baliknya seakan-akan berusaha membuka sang kelopak. Hanya beberapa menit saja Kaula pingsan, ia sudah siuman. Terlihat bingung kenapa sudah berada di tempat yang belum pernah ia datangi—karena memang tidak pernah ke ruang kesehatan, pingsan pun baru kali ini.
"Kamu sudah makan belum?" tanya dosen yang telah menyiapkan teh selama petugas kesehatan memancing kesadaran Kaula. Di ruang itu memang tersedia teh dan air panas untuk penanganan ringan. "Minum dulu."
"Ini dimana, bu?" Kaula bertanya waspada sambil sekilas memandang teh yang tidak serta merta ia terima.
"Kamu di ruang kesehatan. Kamu pingsan."
"Ha? Saya pingsan? Kenapa saya tidak tahu?"