Cyborium

Gia Oro
Chapter #7

Tatap Tanpa Alih

Semangkuk mie instan dengan rasa lada hitam mengepulkan asap halusnya menandakan baru saja dimasak. Dalam jarak dekat dengan pandangan dibuat sefokus mungkin, gerakan asap itu benar-benar bisa dijangkau sepasang matanya. Tidak sesegera menikmati, dan tidak pula menghembus-hembuskan napas seperti kebanyakan orang lakukan untuk mengurangi suhu. Mengaduk-aduknya sambil menikmati hangatnya asap itu ke wajah justru lebih menarik baginya. Mencoba disentuhkan ke bibir setelah menyendok, mie yang sudah lama tidak pernah dinikmatinya pun kemudian masuk ke mulutnya.

Wajah Kaula memerah sumringah, oleh rasa dari mie lada hitam itu. Ia benar-benar melakukan gerakan lambat supaya kenikmatan tidak berlalu begitu saja, setelah hampir setahun tidak makan mie instan karena trauma yang disebabkan dua mangkok disantap yang kemudian sesak napas tidak terkatakan justru menyerangnya. Tidak ada yang menolongnya kala itu, karena takut membuat panik orang-orang rumah—kala itu sedang di rumah—sampai berulang kali tidak tertidur lemas hingga pada kali ke sekian setelah bangun dan sudah merasa baikan, kemudian bertekad tidak akan lupa diri lagi saat makan mie.

Kali ini kenikmatan itu kembali membuainya, namun kali ini dengan merk mie berbeda dengan mie yang setahun lalu dimakannya—meski mungkin bukan karena tidak cocok dengan merk sebelumnya dan bisa saja karena kondisi setahun lalu sangat lapar yang merangsek menuju gejala maag. Kewalahan oleh pikiran berlebih yang didominasi ketakutan dari ucapan Kefadi dan Nakayan, membuatnya nekad menyantap makanan yang hampir ditetapkannya haram bagi dirinya sendiri. Biasanya ia akan lakukan hal yang tidak ia inginkan kalau merasa tidak baik-baik saja. Dan ia harap setelah ini baik-baik saja meski kembali makan mie instan.

"Boleh duduk di sini?" Seseorang menghampiri meja Kaula yang memang tengah seorang diri di antara meja-meja di kantin kampus. Seraya menghapus bekas minyak dari mie instan di ujung mulutnya, ia mengangguk pada seseorang yang merupakan mahasiswa seangkatannya—namun beda jurusan.

"Sendirian ya? Kukira nanti teman-teman kamu akan datang," kata mahasiswa itu yang duduk berhadapan dengan Kaula.

Kaula menggeleng senyum dan kenikmatan yang dirasakannya pada mie instan tetap berlangsung.

"Benar? Nanti mereka tidak datang?"

Kaula mulai merasa terganggu, ia yang sejak tadi berusaha tidak minum pun akhirnya minum. "Kalau kamu ada teman-teman kamu ke sini juga tidak apa-apa kok."

Sang mahasiswa seangkatan yang tidak diketahui Kaula siapa namanya itu pun mengangguk ringan. Semangkuk mie instan yang sejak tadi ia bawa lantas disantapnya. Diam-diam ia memperhatikan Kaula yang benar-benar tidak ingin diganggu oleh buaian 'asmara' dari mie instan. Namun saat akan mengomentari demikian, suara-suara pengunjung kantin yang baru datang mencuri perhatiannya. Seorang mahasiswi berusaha berjalan bersisian dengan seorang staf kampus baru yang tidak lain adalah Nakayan.

"Genit banget," komentar si pemuda. Sayangnya, Kaula tetap sedang kasmarannya dengan mie instan yang hampir habis.

Nakayan dengan wajah kakunya melangkah melewati meja sang tuan putri. Tidak memesan makanan seperti mahasiswi yang sejak tadi berusaha jalan beriringan demi menggodanya, segelas jus jambu merah menjadi pilihannya. Si mahasiswi yang sejak tadi bertanya akan makan apa pada Nakayan, bersungut-sungut dengan pilihan Nakayan namun ia ikuti juga pilihan itu.

"Kita cari duduk yuk, kak Kaoru! Biar abang kantinnya antar pesanan kita!" Si mahasiswi menggandeng lengan Nakayan. Pandangannya mengedar, namun hanya didapati meja Kaula saja yang masih ada dua bangku yang kosong. "Sepertinya kita akan berkencan ganda dengan mereka!"

Nakayan seolah-olah pasrah saat mahasiswi itu menggandengnya ke meja Kaula. Meski baru beberapa hari bekerja, ada saja mahasiswi yang mendekati, mengirim surat cinta sampai menggandengnya seperti saat ini. Tidak mungkin tidak risih, namun tidak dimengerti olehnya untuk menghalau penyebab risihnya karena ia selalu berusaha untuk sadari zat-zat dalam tubuhnya untuk rasakan zat-zat dalam tubuh Kaula bilamana dalam bahaya.

"Eh Kaula? Makan berdua? Sama Kano?" Tatapan si mahasiswi yang menggandeng Nakayan mulai menunjukkan gejala menggoda pada Kaula.

"Apa, Konita? Cuma numpang makan di sini! Jangan fitnah!" Kano mengelak, berbeda dengan Kaula yang tampak tidak terusik.

Lihat selengkapnya