Spanduk baru sudah terpasang di atas pintu gerbang kampus, dengan wajah-wajah baru dari tahun sebelumnya. Tidak begitu dikenali Kaula siapa para pemilik wajah baru itu, sudah pasti mereka adalah para mahasiswa dan mahasiswi tingkat satu. Namun senyumnya tetap tersimpul di bibir karena artinya pemilihan model untuk spanduk dan iklan kampus telah selesai. Gangguan dari para makhluk jadi-jadian setelah momen kabut hingga saat ini tidak terulang seakan-akan sengaja memberi jeda, atau mungkin sedang mengumpulkan kekuatan untuk melakukan tindakan mendatang? Kaula tidak begitu memikirkan karena dirinya tengah diliputi sedikit rasa sepi oleh tidak ada lagi teman sebelah kamar yang menemaninya—setidaknya hanya mendengar celoteh dari sang teman sebelah kamar itu saja. Sudah beberapa hari ini kamar sebelah kosong.
Saat sedang mengikuti jam kuliah, melintas di pikirannya momen saat awal-awal Nakayan menemuinya demi diakui sebagai pesuruh atau pelayan. Kala itu ia mendatangi sebuah rumah yang diketahuinya dari aplikasi belanja untuk membeli spageti. Tidak peduli baginya waktu itu mungkin bila orang tahu ia akan dianggap aneh karena seharusnya membeli secara online, namun ia justru sengaja beli offline. Tidak ada jawaban saat memanggil-manggil si pemilik rumah yang ketika ditengok ke dalam ternyata sedang tutup. Naas di depan mata, seekor anjing keluar dan menggonggong.
Kaula segera berbalik lari, si anjing ternyata mengejarnya dengan tali dari kalung yang seolah-olah menyapu jalanan. Berteriak dengan napas terengah-engah, orang-orang justru menyelamatkan diri dengan bersembunyi takut bilamana menjadi sasaran si anjing. Teriakan selanjutnya semakin melengking melebihi sebelumnya, sampai terjerembab. Sudah pasrah ia dalam keadaan tidak mampu lagi bangkit, ternyata ketika menoleh terlihat Nakayan telah membelenggu kaki tangan anjing dalam pelukannya sampai kesulitan bergerak. Wajah itu melongo, sebelum kemudian berbalik akan mengembalikan anjing itu pada pemiliknya.
Bagai menyaksikan kejadian dirinya kala itu di depan mata, Kaula menunduk menyembunyikan senyum agar tidak tampak oleh dosen. Ia berpikir mungkin akan mencari ulah sejenis hal konyol supaya memudar kesepiannya perihal Kori. Bisa dibilang, ia selalu kemana-mana sendiri dan melakukan apa pun sendiri. Meski merasa tidak membebani orang lain, namun melihat orang lain bisa bercengkerama dengan orang yang bisa disebut teman tidak dipungkirinya ada iri. Belum lagi tidak sempat baginya berkumpul dengan beberapa dari mereka yang sekelas, karena malam saja sudah bekerja paruh waktu. Bicara dengan Nakayan saja, diam-diam selalu mewanti-wanti diri untuk mengingat waktu agar tidak telat ke restoran.
Bel berbunyi, jam kuliah sudah berakhir. Sebisanya ia akan makan sendiri tidak seperti saat Kano menghampirinya dan mengajaknya berbicara—mengganggu kegiatan makannya, dan belum lagi Konita ikut bergabung berlagak menyapa ramah padahal bisa dirasakan ada kesan sinis dari sejak pertama kenal, menjadikan Kaula buru-buru keluar kantin. Di kantin yang tidak begitu ramai, ponselnya berdering kecil dengan nada yang sudah diatur sebagai notifikasi pesan baru. Sesaat saja memandang sembarang dan tidak sengaja melihat Nakayan yang terlihat sendiri.
Senyumnya tersemat berusaha dalam kendali supaya tidak dianggap berlebihan bila ada yang melihat. Sangat bertepatan sekali dengan kondisi dirinya yang tengah kesepian setelah Kori pamit. Seseorang yang sangat jarang dengannya berkomunikasi sejak lulus SMA, mengabarkan mengenai jam senggang.
>>>