Papan mading yang sudah menjadi salah satu teknologi terbaru tahun-tahun belakangan ini secara otomatis tidak lagi menampilkan daftar ujian selama seminggu. Layar sudah berganti menjadi pemberitahuan yang selanjutnya, yang tidak menarik minat Kaula, begitu Nakayan mengamati diam-diam secara sesekali ketika ia tengah melayani seorang dosen yang melaporkan akan ganti jadwal sebab pada jadwal yang sudah ditentukan sebelumnya sedang ada urusan yang lebih penting. Tidak ada yang didapatinya dari sejak ulang tahun mahasiswi yang sekelas dengan sang tuan putri. Oleh-oleh yang dibawa Kaula sang tuan putri untuk Kiara dan ibunda hanya sedikit saja kondisi emosi yang berlangsung nyaris netral, setelah itu majikannya itu justru meminta agar tetap diberi jarak, bahkan sudah berlangsung selama beberapa hari.
Sempat Nakayan mengira mungkin nilai hasil ujian menjadi salah satu penyebab tuan putrinya muram meski rupa wajah majikannya itu tidak menampakkan demikian. Tetapi selagi bukan hal darurat, ia hanya bisa patuh mengenai berjaga jarak. Suatu momen beberapa hari setelah pulang dari vila saja, ia ditolak saat menawarkan bantuan tatkala tuan putrinya itu sakit perut akibat sering minum es yang diketahui Nakayan asal es dari air yang tidak bersih dan tidak matang. Kini ia hanya bisa di ruang kerjanya setelah majikannya melenggang ke kelas. Usai dosen yang tadi dilayaninya beringsut, pemuda cybopire itu kembali memeriksa dan memasukkan data mahasiswa-mahasiswi dari data mentah yang diterima dan dikumpulkan ke komputer di bawah meja kerjanya. Hanya sekilas menoleh ketika seorang dosen lain melintasi ruangan, namun tidak dilanjutkan pandangannya pada dosen tersebut yang rupanya ke ruangan yang sama dimasuki Kaula.
Dosen itu menutup pintu kelas, mendapati beberapa meja-meja dan kursi-kursi di barisan tengah depan berderet berdempetan. Sebelah ujung bibirnya terangkat setelah ia melihat Kaula sedang menjadikan kursi-kursi itu sebagai tempat untuk merebahkan diri. "Apa dia tidak menyadari keberadaanmu?" tanyanya pada seseorang di sudut ruangan.
Seorang mahasiswa mengangkat kedua bahunya diiringi simpul senyum mencurigakan. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan perlahan mendekati Kaula. "Dia masuk seperti orang teler. Mungkin begadang... tapi saat kulihat kerja kimiawi emosi di otaknya... Suasana hatinya sedang buruk... hihi..."
Terdengar decitan dari kursi-kursi yang berderet. Satu tangan Kaula menggapai deretan meja-meja yang menutupinya. Matanya begitu sipit seperti memang benar ia baru saja tidur. Ia mengejap-ngejapkan mata secara perlahan pada dosen, disusul kemudian keningnya berkerinyit. Matanya yang tadi sangat sipit pun menyalang tajam, ia terkesiap. "Aku salah kelas...???" Gumamnya, tidak dikenalinya sosok yang menjadi pandangannya, dan memang gadis itu secara sembarangan masuk kelas demi merebah di ruang dengan pendingin ruangan yang menyala.
"Kau tidak salah kelas, Nona majikan...," jawaban ini membuat Kaula menoleh seseorang di sisi lain, tatapannya berusaha mengingat-ingat wajah si pemuda. Hembusan napas mengalir dari indera penghidunya, dan sesaat kemudian ia berusaha untuk tetap tenang. Pemuda itu tidak lain adalah seseorang yang menatap Kaula tanpa putus ketika Kaula sedang bersama Kano.
"Nona majikan mau kemana?" tanya si pemuda terhadap Kaula yang mulai beranjak setelah menyingkirkan meja-meja yang ia deretkan.
"Nona majikan?" Kaula menahan diri untuk tidak tampak terkejut, sebab perasaannya makin menguatkan ketidaknyamanan.
"Bukankah hubunganmu dengan staf akademik Kaoru melebihi dari yang orang-orang kampus kira...???" Dosen yang bertanya, Kaula pun mengalihkan pandangan padanya.
Kaula berusaha mencerna situasi yang berlangsung, namun ia kesulitan karena kantuknya yang justru datang bak menghipnotisnya untuk tidur kembali. "Mimpi...," Kaula menertawakan dirinya sendiri, kembali ia melangkahkan kaki menuju pintu kelas dengan terlihat masa bodoh, namun diam-diam rasa ketidaknyamanannya tidak mereda.