Cyborium

Gia Oro
Chapter #24

Peluru Nyasar

Asap halus mengepul di atas semangkuk pesanan yang baru saja dimasak. Sorot matanya begitu memperhatikan gerak asap itu, sampai dirasa cukup untuk mencicipi kelayakan makanan untuk menyentuh setidaknya bibir terlebih dahulu. Tidak perlu terburu-buru, bila tidak ingin mulut melepuh kepanasan. Akan tetapi hal lain diam-diam mulai dirasa risih oleh tatapan dari pemuda di sampingnya.

Ia menoleh, pandangannya tampak datar pada sosok yang membuat herannya kenapa mengajaknya makan bersama usai jam kuliah selesai. Sosok pemuda itu ragu menyengir, memutuskan pandangan—yang hampir tidak pernah ia lepaskan dari sejak pesanan tersaji di atas meja. Kembali memandang lagi, tampak olehnya seekor nyamuk seperti sedang mengecup pipi tuan putrinya. Namun gerak tuan putrinya lebih cepat, memukul pipi sendiri, dan memberengut sendiri karena telapak tangannya tidak dapat menangkap buruannya.

Kaula mendengus, ia mulai mencoba menguji kelayakan suhu makanan ke bibirnya. Tetapi tiba-tiba urung dilakukan, kembali ia menoleh penuh selidik pada sosok pemuda yang tentunya tidak lain adalah Nakayan. "Kenapa kau lihat-lihat aku dari tadi? Sengaja ya aku diam pura-pura tidak sadar! Padahal pandanganku 180 derajat! Apalagi perempuan! Aku tau kemana arah matamu!"

"Ya, aku memang melihat tu... ahmmm... Kaula...," Nakayan hampir kelepasan ke sekian kali.

"Kenapa itu?" Kaula memicingkan matanya. "Membuatku teringat pada emak-emak pengen belanja tapi tidak jadi, tapi tetap dilihat terus barang incarannya..."

Cara Kaula yang seolah-olah sedang marah penuh interogasi justru tampak lelucon di mata Nakayan, terlebih matanya memang sejak tadi menginterogasi tubuh majikannya mengenai sekiranya ada kekeliruan atau tidak perihal bakteri buatan—namun belum tampak olehnya. "Tidak, aku hanya ingin lihat apakah kau baik-baik saja...?"

Kerinyitan di antara kedua alis mata terbentuk, bola mata Kaula bergerak ke samping menunjukkan tengah berpikir. "Kalau kau bicara tentang vitamin dari kak Karmila, aku minum kok."

Diam-diam Nakayan justru memanfaatkan jawaban Kaula untuk menyembunyikan kekhawatiran yang sesungguhnya. "Apa kantuk yang berlebihan benar tidak mengganggumu?"

"Tidak ada. Hm, tidak mungkin tidak ada sih, tapi masih bisa kukendalikan. Sudahlah, aku baik-baik saja. Palingan aku sedang berpikir bagaimana tetap bisa bekerja menghasilkan uang tanpa harus pulang kerja tengah malam..."

"Aku akan membantumu kalau kau mau..."

"Sepertinya belum dulu...," Suara Kaula terdengar menggantung, ia memulai kembali menguji kelayakan suhu makanan ke bibirnya, sebelum kemudian memasukkan ke mulut. "Oh iya, mengenai kamu cari tempatku tinggal nanti... mungkin jangan dulu, Kiara mau bicara dengan ibunya..."

"Ah, itu juga salah satu yang ingin kubicarakan, makanya aku ajak makan. Hehehe..."

"Hooo," Kaula kembali memasukkan makanannya setelah selesai menelan. Raut wajahnya tampak acuh tak acuh, namun Nakayan paham karena majikannya sedang terbuai oleh sedapnya makanan yang dilahap. Oleh lahapnya sang tuan putrinya itu, Nakayan mengikuti saja untuk menikmati makanannya juga. Setelah hampir setengah porsi makanan ditandaskan, Kaula tersadar suatu hal terlambat ditanyakannya. "Apa kau ajak makan ke sini—di luar kawasan kampus—mengenai Kiara juga?"

"Nanti di rumah akan dibicarakan."

"Ah, pasti ada hal-hal yang tidak boleh dibahas di sini ya? Hm, kalau begitu aku akan tanya banyak hal begitu kita sudah di rumah Kiara! Tapi, apa Mamanya Kiara aman untuk tahu?"

Lihat selengkapnya