Cyborium

Gia Oro
Chapter #30

Merengkuh

Seiring merah muda pada rambutnya kembali menghitam seperti semula, ia merebahkan Kaula untuk beristirahat walau baru saja siuman. Beberapa orang Jaringan Nukleolus di kamar tengah memahami dari warna rambut itu bahwa memang sang tuan putri sedang dalam kondisi baik-baik saja. Terlebih pemeriksaan kembali berlanjut, tidak ada hasil yang mengkhawatirkan dari layar gulung. Dugaan adanya keganjilan perihal tuan putri tadi tiba-tiba hampir akan muntah bahkan tidak tampak. Zat-zat dalam darah entah mengapa kembali berada di angka normal. Karmila mencurigai layar gulungnya bermasalah, namun sudah dilalui pula lebih dari sehari pemantauan dilakukan, angka-angka itu tetap wajar.

Tatkala Kaula mulai mengeluh oleh kabel-kabel yang menggelangi sepasang kaki dan tangannya, ia akhirnya turun dari ranjang dan tidak perlu lagi rasakan ketidaknyamanan selalu dilayani. Namun meski begitu, rupa wajahnya tetap muram dari sejak siuman. Jaringan Nukleolus hanya bisa memahami dari Nakayan yang bisa melihat kerja kimiawi otak, bahwa tuan putrinya sedang alami proses dari pasca syok akibat serangan Kim. Tetapi tidak bisa dimengerti olehnya perihal pertanyaan 'Kaoru, apa Nakayan baik-baik saja?', padahal Nakayan dan Kaoru adalah orang yang sama, kecuali memang tuan putri tengah mengkhawatirkan sosok yang ditanyakan, yang kemungkinan disertai igauan.

Setelah sesekali memasangkan kabel ke sepasang pergelangan kaki dan tangan, namun hasil di layar gulung tetap tidak menunjukkan hal yang mengkhawatirkan, orang-orang Jaringan Nukleolus yang masih di rumah Kiara memutuskan pamit seperti beberapa lainnya yang sudah lebih dulu minta izin sejak 24 jam Kaula sadar. Sementara itu, Nakayan tetap di tempat dan telah berkabar pada rekan kerja di kampus mengenai dirinya tidak masuk dengan alasan berupa hal yang genting—selama Kaula dikabarkan sakit oleh Kiara pada pihak akademik dan ketua kelas.

"Kupikir kau tidak perlu sampai tidak masuk bekerja...," Kaula berkata saat sedang mengiris-iris yang akan dimasak.

Nakayan yang tengah ikut membantu Mama Kiara di dapur seperti Kaula, terhenti gerak tangannya membersihkan ikan. Mama Kiara sedang tidak di dapur bersama mereka, keluar menerima panggilan masuk. Rasa lega mencelus di dadanya setelah dari sejak siuman tuan putrinya hampir tidak pernah bicara selain hal yang tidak begitu berarti perihal keseharian. "Tapi kupikir aku harus memantau tuan putri dalam jarak dekat. Belum lagi kalau teman-teman sekelas akan menengok, mana tau di antara mereka adalah cybopire?"

Kaula menoleh, ia merasa tengah diejek karena Nakayan sama-sama menyebut kata 'kupikir', namun bersamaan pula ada keganjilan yang dirasakannya. "Aneh sekali tidak biasanya kau berprasangka..."

Nakayan mengerinyitkan kening, turut merasa ganjil terhadap dirinya.

Seolah-olah tidak begitu peduli, Kaula kembali memusatkan pekerjaannya. "Tapi kalau bicara mereka yang kemungkinan akan menengokku, akan jadi masalah kalau mereka tahu kita tinggal serumah."

"Aaah, soal itu ya," Nakayan menggumam. "Tenang saja, aku akan bersembunyi di dalam kepompong seperti biasa menempel di dinding luar kamar tuan putri."

"Bagaimana kalau mereka juga ingin melihat ke luar jendela?"

"Hm, bukankah itu jatuhnya seperti menggeledah rumah atau kamar orang?"

Kaula mengembuskan napas masa bodo, enggan menanggapi. Tangannya terus bekerja sembari mengingat arahan Mama Kiara waktu sebelum ke luar dapur. Dan Nakayan, tidak lepas pula tangannya membantu, namun perasaannya sudah terusik oleh keganjilan yang disebutkan tuan putrinya. Tidak sengaja jemarinya mengenai duri dari tulang ikan yang sedang dibersihkannya. Kaula refleks menoleh saat Nakayan menarik jemarinya sembari mendesis. Saat percakapan hampir terbentuk, Mama Kiara melongokkan kepala demi bilang akan keluar karena suatu hal. Senyap lantas membelenggu setelah Mama Kiara keluar rumah.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Kaula.

Nakayan tidak lekas menjawab, ia menunjukkan salah satu jemarinya pada Kaula. "Tubuhku bekerja lebih cepat dan lebih baik saat ada luka dan gangguan zat asing," jawabnya setelah mengusap darah yang mencuat. Beberapa kali menekan bagian yang terluka itu, darah sudah tidak membulir lagi.

Sepasang ujung bibir Kaula melengkung seraya sesaat memandang Nakayan, tetapi sesuatu yang melintas dalam benaknya memudarkan makna lengkungan itu.

"Tuan putri pasti ingin mengatakan sesuatu?" tanya Nakayan, telah melihat kerja kimiawi otak tuan putrinya.

Lihat selengkapnya