Cyborium

Gia Oro
Chapter #41

Satu Nama Lagi

Tersebar begitu menggemparkan, terhitung melebihi sepekan ke seluruh negeri bahkan mancanegara. Semua sudah terkuak setelah pembobolan dilakukan oleh para peretas yang disusupi rasa masygul, ihwal para vampire yang selama ini ditutup-tutupi selama setengah abad lalu. Mereka yang berkesempatan menyaksikan aksi di udara dengan gencar mengunggah ke internet tanpa kendala. Negeri Jikeusve tidak bisa berkilah, terlebih tayangan mengenai pulau negeri dongeng. Beberapa petinggi Kinstjensa sendiri menjalani sanksi mengenai gedung-gedung yang hilang dihisap menjadi kawah. Mayat-mayat telah ditemukan dan dikuburkan secara layak. Aksi rusuh dari rakyat yang sempat meletus pun mereda, setelah diizinkan memantau gerak-gerak pihak berwajib termasuk jajaran pemerintah supaya tidak sembarangan apalagi pilih kasih dalam menegakkan keadilan. Tidak hanya terjadi di Kinstjensa, tetapi juga di Jikeusve dengan rakyat yang baru menyadari betapa busuknya pemerintah mereka. Hal sama berlaku bagi beberapa petinggi organisasi-organisasi dunia untuk menjalani sanksi internasional.

Kaula yang sempat membunuh tanpa adanya kesadaran saat terbang pun mendapatkan imbas baik untuk tidak jalani hukuman. Ia dianggap sebagai perwakilan jeritan rakyat, bahkan dianggap sudah lakukan hal yang semestinya, setelah sebelumnya hukum hanya ditegakkan secara asal-asalan seperti korban yang membela diri justru mendapatkan hukuman. Bahkan ada laporan pada pihak berwajib pun sering tidak diacuhkan. Tidak luput dari Jefri pula, Kaula bebas dari hukuman, hal yang sama dirasakan Kefadi dan tiga lainnya karena sempat menjadi buronan.

Sesuatu yang agaknya membebani benaknya, mengenai Kahlil sang kakak. Kali pertama setelah sebelumnya selalu enggan menampakkan diri dari kegiatan sebagai ilmuwan, kakaknya itu dengan ditemani Niko menemui Jefri. Tetapi bukan Jefri yang paling ingin dijumpainya, melainkan Kivano yang telah mengakui dan memaparkan pada Jefri perihal mengapa menjadikan sepupu sendiri sebagai piaraan.

Tidak begitu mengejutkan bagi Kaula, sebab dari sang ibunda Kivano sendiri didapati Kivano perkara pemahaman politik sampai terjun ke dalamnya, yang sayangnya tidak sadar berpihak pada program Jikeusve. Bahkan karena perbedaan pandangan politik pun, sampai tega mengejek hingga menghina meski dengan keluarga sendiri. Sebuah harap mencuat, Kaula menginginkan pertikaian dengan sepupunya itu diakhiri. Suatu permasalahan itu pula yang menjadi salah satu alasan mengapa memilih menetap di indekos sebab Mama Kivano kerap bersilaturahim namun ujungnya adu mulut sampai mengejek anak-anak kakaknya sendiri.

Masih ada satu hal lain mengapa memutuskan menetap di indekos, dan satu hal itu yang menjadi poin dasar. Di tepi pagar lantai atas, ia merenung bahkan mempertanyakan diri sendiri apakah masih salah ia mengenai poin dasar itu bila mengingat sang kakak akhirnya berpelukan dengan ayah ibu. Berandai-andai, bilamana ayah tau bagaimana relung terdalam sanubari ibu.

"Hei! Di sana rupanya!" Kalani menghampiri, membuyarkan renungan Kaula, menepuk salah satu lengan. "Akhirnya kakak dan adik kamu ketemu! Tidak kusangka kau adik dari tuan muda..."

"Mengenai 'tuan muda', lantas siapa tuan besarnya?"

"Hm, sebenarnya orang yang sama. Para anggota klan rubik menyebut 'tuan besar' kalau membicarakannya sebagai bentuk hormat, tapi 'tuan muda' kalau bicara langsung. Sebab, bagaimana pun juga tugasnya besar terhadap dunia maka kami sebut tuan besar kalau tidak bicara dengannya."

Kaula ber-oh pelan. Ia mengembuskan napas sambil memgangguk-angguk ringan. Diam sejenak, merasa ada yang ganjil dari Kalani. "Apa kamu baru tau tentang aku dan kak Kahlil? Kenapa seperti baru tau?"

"Kami para anggota klan rubik memang baru tau. Meski kami curiga sih kenapa namanya awalan huruf 'K', tidak sama dengan profesor Nadhim dan tuan Niko."

Kaula tidak perlu heran mengenai embel 'tuan' pada Niko, Kahlil sudah menjelaskan semua mengenai keluarga angkatnya.

"Kenapa sih? Seperti banyak pikiran. Padahal ada berita bagus loh! Kau tau? Paman Kindi bebas dari Rutan!"

Kaula sudah mendengar hal itu, akhirnya penyanyi lawas yang diketahuinya dari ayah ibu sebagai penggemar merasakan napas segar. Jefri yang membantu, dan tentunya sang kakak yang memberi tahu.

"Tuh kan diam lagi! Tapi ada senyum sih, meski kecil... ayo mikirin siapa?"

"Tidak. Aku hanya tidak sangka saja, aku pasrah mengenai kak Kahlil dan Kafin, terutama kak Kahlil karena aku tidak mungkin kenal wajahnya sebab dia hilang saja saat tujuh tahun. Dua puluh tahun berlalu."

Kalani menyenggol lengan Kalani dengan sikut bagai menggoda, kemudian memeluk. "Aku turut bahagia atas kebahagiaanmu!"

"Ngomong-ngomong, Karenina tidak ada memelukku seperti ini!"

Tawa mereka berderai. Sama-sama diam dengan pandangan ke hamparan hijau yang mengelilingi vila. Memulai kembali percakapan dari Kalani, membicarakan Kahlil sang tuan muda yang berteman baik dengan Nakayan.

Lihat selengkapnya