Cynthia the Candy Addict

Impy Island
Chapter #5

5. Martes Si Tikus Iblis

Kurt Cundy menata rambut begitu klimis, tubuhnya mengeluarkan aroma minyak wangi menusuk hidung, pakaiannya necis. Hanya saja, raut wajah sendu, serta mata memerah sembab membuat kesan rapi itu hilang.

Buku tangannya membiru, juga terlihat beberapa cakaran di pipi. Cynthia menerawang ruangan yang seharusnya menjadi ruang keluarga kalau saja kondisinya tidak hancur total, seolah rampok baru saja mengobrak-abrik tempat itu tanpa mengambil apa pun.

Kurt berjalan patah-patah, tersenyum menghampiri anaknya. “Dari mana saja kamu? Ayah sudah menunggumu pulang sejak lama.”

Cynthia bergeming cukup lama, takut sang ayah murka melihatnya terang-terangan membawa binatang ke dalam rumah. Begitu sang ayah mengangkat kedua alis, menuntut jawaban, tanpa sedikit pun menyinggung Martes yang bertengger di bahunya, anak itu diam-diam menghela napas lega.

“Seharusnya aku yang bertanya! Ayah pergi berminggu-minggu tanpa kabar. Ayah juga melewatkan pemakaman ibu.”

“Pemakaman Ibu?” Kurt mengerutkan kening. “Ibumu baik-baik saja, dia sedang mengganti pakaian sekarang. Aku menyuruhnya mengenakan pakaian terbaik untuk merayakan keberhasilan serumku.”

“Ayah, sadarlah ... ibu sudah meninggal, pemakamannya baru saja selesai.”

Kurt mendelik, kilatan mata ambernya membuat Cynthia tutup mulut seketika. “Mungkin ada yang salah dengan otakmu, jadi sebaiknya tutup mulut! Lebih baik jadikan dirimu berguna, dan buatkan aku dua cangkir teh, ini akan menjadi sore yang istimewa untuk aku dan istriku.”

“Tapi, Ayah ....”

“Lakukan!”

Cynthia tidak membantah lagi, lantas bergegas ke dapur. Ia membuka rak piring untuk mengambil dua cangkir, merebus air, lalu membuka kulkas yang sudah tidak berfungsi untuk mengambil dua teh instan. Sambil bekerja Cynthia tak henti berpikir, ia mengakui kalau sang ayah adalah orang aneh, tapi barusan pria itu bertingkah lebih aneh dari biasanya.

“Siapa pria tadi? Kenapa dia membentakmu?”

Cynthia terlonjak, nyaris melupakan teman kecil di bahunya. “Itulah Ayahku.”

“Dia yang tidak suka binatang?” Tikus itu mendecit dramatis. “Tidak heran, dia terdengar dan terlihat gila ... aku suka dia.”

Cynthia menyadari kilatan aneh pada mata teman kecilnya, entah apa itu. Tatapan yang sama juga pernah terlihat dari Jack. “Ayahku tidak gila, dia cuma ... sedikit aneh.”

“Apa pun namanya, aku tetap tidak suka dia membentakmu seperti tadi, menyuruh-nyuruh seenaknya pula.” Ada hening sesaat sebelum si tikus melanjutkan. “Hey, bagaimana kalau kita kerjai dia!”

“Jangan, dia bukan orang yang bisa diajak bercanda, dia pasti marah besar.”

“Siapa yang bilang untuk bercanda?”

Kelopak mata Cynthia melebar, wajah Martes terlihat berbeda saat mengatakan itu. Pupil matanya mengecil, berubah warna menjadi merah gelap. Gigi-giginya meruncing, terlihat jelas ketika hewan itu menyeringai.

Si tikus melompat turun dari bahu Cynthia, berlari menghampiri lemari-lemari yang ada di dapur. Hidung kecilnya berkedut mengendus setiap lemari yang ada, seolah sedang mencari sesuatu. Pilihannya jatuh pada lemari perak bercermin kecil di pintunya.

Itu adalah lemari tempat Kurt menyimpan obat-obatan, yang sangat terlarang bagi siapa pun untuk menyentuhnya.

“Buka lemari ini, Cynthia!” pinta tikus itu, lebih terdengar seperti perintah.

Meski kebingungan, dan agak ragu, anak itu tetap melakukan perintah si tikus.

“Ambil botol yang berwarna biru!” Martes menunjuk sebuah botol berukuran sedang di pojok lemari.

Cynthia lagi-lagi menurut, ia mengamati botol itu sejenak, ada tulisan ‘Kloroform’ besar tertempel di sana.

“Sekarang masukan kedalam teh ayahmu.”

Lihat selengkapnya