2002 Pertengahan Tahun
Sepulang sekolah, Dagaz kecil mencoba mengelilingi zona baru yang tidak pernah ia lalui sebelumnya. Ia dengan sepedanya melaju cukup kencang di tengah jalan raya. Lalu masuk ke dalam gang – gang yang belum pernah ia lewati. Ia terus mengayuh sepedanya mengikuti instingnya. Ia tahu bahwa ia akan tersesat, namun dia tidak peduli dengan itu. Ia senang melakukan uji coba meskipun resikonya juga berbahaya.
Di tengah jalan, ia tertarik dengan sebuah gang kecil. Dagaz menghentikan laju sepedanya dan berganti arah menuju gang tersebut. Itu adalah sebuah gang yang sepi dimana tidak seorang pun tampak melintas di sana. Suasananya cukup kumuh untuk wilayah di tengah kota. Dagaz baru kali ini melalui jalan itu. Setelah melajukan sepedanya mengikuti alur gang itu cukup lama, Dagaz tidak menemukan jalan lain ataupun cabang. Ternyata itu memang sebuah gang buntu.
Rasa penasaran Dagaz pun akhirnya terpuaskan. Tidak ada sesuatu yang menarik di gang itu. Ia beranjak untuk kembali ke rumahnya. Namun muncul masalah baru. Ia tersesat dalam perjalanannya menuju rumah. Sayang sekali tidak ada siapapun disana yang bisa ia tanya arah pulang. Dagaz memang sulit mengingat jalan sehingga ia sering tersesat walau jalan itu tidak terlalu jauh dari rumahnya.
Angin berhembus cukup kencang diantara gang tersebut. Hanya ada tembok menjulang tinggi di kiri kanan jalan tersebut. Dagaz tetap mengayuh sepedanya mengikuti nalurinya. Ia terheran karena sepanjang perjalanannya pulang, ia hanya menemukan tembok menjulang tinggi di kiri dan kanan. Ketika ia menemukan sebuah cabang, ternyata kondisinya sama saja. Hanya tembok menjulang dan tidak ada seorang pun yang lewat di sana. Dagaz pun mulai merasa panik.
Dagaz merasa tidak pernah melalui jalan itu sebelumnya. Ia bagaikan tersesat di tengah labirin tembok tinggi. Dagaz menghentikan laju sepedanya dan berhenti sejenak. Ia mencoba mencari ide untuk keluar dari rumitnya gang tersebut. Dagaz menarik nafasnya dalam – dalam untuk menenangkan pikirannya. Secara perlahan, ia mulai melajukan sepedanya kembali mengikuti instingnya. Kemudian ia menemukan seorang kakek yang sedang duduk di jalan, di tengah – tengah gang tersebut. Dagaz melihat kakek tersebut tersenyum kepadanya. Melihat senyuman itu, Dagaz segera mendatangi kakek tersebut untuk bertanya arah jalan pulang.
Semakin mendekati kakek tersebut, hawa sekitar perlahan berubah menjadi berat. Dagaz merasakan sesuatu yang aneh dengan kakek tersebut, namun ia berusaha mengabaikan perasaannya. Ia lebih butuh petunjuk jalan menuju pulang daripada mengikuti perasaannya itu. Tibalah Dagaz di depan kakek tersebut. Wajah kakek tersebut tidak terlihat jelas karena tertutup rambut putihnya yang panjang. Dengan sedikit gugup, Dagaz bertanya kepada kakek tersebut.
“Permisi, kek? Mau tanya, jalan ke arah Siwah itu lewat mana ya?” tanya Dagaz sedikit takut. Keringat dingin sedikit mengalir dari keningnya.
Kakek itu pun hanya berdeham sambil mengacungkan jari telunjuknya ke suatu arah di belakang Dagaz. Sebuah gang yang sebelumnya tidak ada di sana. Dagaz melihat arah yang ditujuk kakek tersebut. Dagaz yakin bahwa tidak ada gang tersebut sebelumnya. Dagaz mulai ketakutan, ia kembali melirikkan matanya ke kakek tersebut. Kakek tersebut tidak ada di depannya. Keringat dingin semakin mengalir di kepala Dagaz. Tangannya mulai mendingin. Ini pertama kalinya ia merasakan tangannya menjadi dingin. Dagaz berpikir bahwa itu suatu yang keren. Dagaz segera membalikkan badannya ke arah gang tersebut. Ternyata kakek tersebut sudah berada di depan gang tersebut.
“Kau harus berubah sebelum dirimu memasuki umur 30 tahun,” ucap kakek tersebut dengan suaranya yang parau. Tiba – tiba angin disekitar kakek tersebut berhembus cepat.
Dagaz tidak mengerti maksud perkataan kakek itu. Ia kemudian menggenjot sepedanya ke arah gang yang ditunjuk kakek tersebut. Dagaz melontarkan senyuman kepada kakek tersebut.
“Terima kasih, Kek!” ucap Dagaz sambil berlalu melewati kakek tersebut.
Setelah Dagaz cukup jauh dari kakek itu, tiba – tiba kakek tersebut berteriak.
“Persiapkanlah dirimu untuk 2062!” teriak kakek tersebut.
Dagaz yang telah sampai di pertigaan gang, mendengar teriakan kakek tersebut. Ia menghentikan sepeda dan memalingkan mukanya ke arah belakang. Ternyata yang ia lewati sebelumnya adalah sebuah gang buntu. Dagaz pun terheran karenanya. Orang – orang sekitar pun terkaget ketika Dagaz muncul dari gang buntu tersebut. Semua melihat Dagaz. Dagaz pun jadi salah tingkah karenanya. Ia bergegas pergi dari jalan itu sebelum orang – orang melihat wajahnya secara jelas. Ia tidak ingin dikenali oleh orang – orang di sekitar sana. Dagaz menggenjot sepedanya dengan cepat dan terus melaju tanpa rem meskipun polisi tidur membentang di depannya. Sepeda terus menerus berjungkit melalui jalanan paving di gang tersebut.
------------------------------
2005 Pertengahan Tahun
Di ruang kelas sekolah.
Pada jam istirahat, anak – anak lainnya beranjak dari kelas dan bermain diluar. Ada juga dari mereka yang menuju kantin. Suara hiruk pikuk menghiasi luar ruangan kelas, dimana Dagaz tetap di dalam kelas dan duduk sendirian. Wajahnya tampak serius seperti memikirkan sesuatu. Tidak ada teman sekelasnya yang menyadari keberadaan Dagaz di ruang itu, karena Dagaz terlalu hening. Dark menyadari bahwa Dagaz sedang memikirkan masa lalunya.