2005
Hidup sebagai manusia yang biasa – biasa saja, cenderung lemah, dan tidak memiliki kelebihan. Apa yang bisa dibanggakan? Itulah yang dipikirkan oleh seorang anak yang baru menjajaki kelas 2 SMP. Seorang introvert yang susah bergaul karena tidak bisa mengikuti pola pikir anak sebayanya. Bahkan dikatakan cenderung aneh untuk anak seusia Dagaz. Ketika yang lain lebih suka main game online, dia justru ke warnet untuk mencari gambar – gambar aneh. Mulai dari simbol – simbol yang tidak jelas dan bahkan dia sendiri tidak paham makna simbol itu.
Dia lebih takut bertemu dengan manusia daripada dengan hantu. Karena dia bahkan tidak pernah didatangi oleh makhluk sejenis itu. Lalu untuk apa takut terhadap sesuatu yang tidak tampak? Pemikiran logis bukan? Ya, seperti itulah Dagaz, anak kecil yang memiliki pola pikir diluar batas umurnya. Ketika SD pun, guru menyuruh orang tua Dagaz untuk membawanya ke psikolog. Namun Dagaz kecil sudah mengerti bahwa apa yang dipikirkan olehnya memang akan dianggap aneh oleh orang disekitar. Dagaz kecil sudah terbiasa bermain dengan pikirannya sehingga untuk orang dewasa, Dagaz dianggap aneh. Dia terbiasa dengan itu. Dicap aneh.
Karena itulah Dagaz tidak mengungkapkan apa yang dipikirkannya kepada orang lain. Namun bila dipaksa untuk berpendapat, maka sebuah ide tanpa dasar akan ia lontarkan. Ide yang benar – benar diluar hal yang biasa diajarkan di sekolah. Melakukan ujicoba adalah hal yang umum baginya. Biarpun itu kadang bisa merenggut nyawanya. Namun itu tidak benar – benar terjadi. Dia selalu berhasil selamat dari kematian, entah apa yang menjaganya.
Kembali ke masa SMP, apa yang menyenangkan dari masa SMP bila kamu adalah manusia individual. Tentu tidak menyenangkan, tapi tidak bagi Dagaz. Dia bahagia dengan kesendiriannya. Temannya adalah dirinya sendiri. Namun semakin dia mengenal manusia, semakin mengerti pula betapa jahatnya manusia. Betapa liciknya manusia itu. Dagaz yang awalnya polos dan berpikir manusia itu baik, mulai membenci manusia. Mulailah timbul rasa iri di hatinya. Iri karena merasa Tuhan tidak adil terhadap ciptaannya. Mengapa yang lain diberikan kepintaran sedangkan ia tidak? Mengapa yang lain diberikan fisik yang kuat sedangkan ia tidak? Mengapa yang lain lahir dari orang kaya sedangkan ia tidak? Ya, itu hanya pikiran yang memang sangat receh bagi anak SMP. Tapi sebenarnya bukan itu yang benar – benar ia pikirkan, melainkan mencari cara untuk meningkatkan kemampuannya yang terbatas.
Bencinya terhadap manusia menjadi kontradiksi ketika ia menyukai seorang gadis. Itu menjadi pikirannya. Bagaimana mungkin ia menyukai makhluk yang ia benci? Dan rasa iri pun kembali muncul ketika ternyata gadis itu lebih menyukai cowok lain yang lebih tampan dari dirinya. Dia bahkan bagaikan butiran debu dibandingkan cowok pujaan gadis itu. Dagaz tidak ambil pusing soal itu dan mulai melupakan rasa sukanya terhadap sang pujaan. Dia mengerti bahwa perasaan yang ia miliki kepada gadis itu hanya sebatas nafsu saja. Ya, dia bisa membedakan suka, cinta, dan nafsu.
Apakah dia pernah merasakan cinta? Belum. Karena dia masih terlalu egois untuk hal itu. Bagaimana bisa dia mencintai manusia bila dia membenci manusia? Tentu itu berarti dia membenci dirinya sendiri yang manusia. Bahkan ia ingin melepaskan ikatannya sebagai manusia. Untuk itulah ia mencari cara melepaskan statusnya sebagai manusia. Baginya, manusia adalah makhluk yang lemah. Hati yang mereka miliki selalu disalahgunakan oleh sesamanya untuk kepentingan mereka.