Dahlia Merah di Penghujung Abad

tuhu
Chapter #4

2

Lima bulan sebelumnya

 

“Hella, tolong bangunkan adikmu. Biar dia membantuku di dapur,” seru Marie pada anak sulungnya.

“Baik Ma,” jawab Hella dari lantai atas. Mulutnya bergumal mengunyah keju. Ia sudah bersiap pergi bekerja.

Saat membuka kamar, Hella menyesap harum empat kuntum bunga Dahlia Merah di samping ranjang Liestje. Nampak masih segar. Liestje amat rajin menyiram bunga bermahkota cantik itu. Hella, Liestje, juga mamanya memang menyukai bunga Dahlia, khususnya Dahlia Merah. Hampir di setiap sudut rumah bertebaran aroma wangi bunga Dahlia Merah.  

Hella melihat Liestje masih pulas dalam dekapan selimut tebalnya. Ia tersenyum gemas memandangi wajah adik perempuannya itu. Hella pun mengecup kening Liestje penuh kelembutan.

“Liestje, ayo bangun, bantu Mama di dapur,” ucap Hella lirih. Dicubitnya pipi Liestje, membuatnya menggeliat sebentar. Hella melakukannya lagi sampai Liestje terbangun.

“Kak Hella berangkat pagi-pagi lagi?” tanya Liestje sambil mengucek-ucek matanya dan menguap berkali-kali.

“Kerjaanku di pabrik bertambah banyak Liestje, jadi harus berangkat pagi-pagi,” terang Hella. Ia melipat dan rapikan selimut adiknya. “Nanti habis pulang kerja aku bawakan sesuatu untukmu.” Mata Liestje berbinar mendengarnya, ia memeluk erat kakaknya, tak sabar menunggu, menanti hadiah darinya. Hella mengecup rambut adiknya seraya mengucapkan selamat tinggal lantas pergi meninggalkannya. 


***


Liestje bergegas turun ke bawah. Langkahnya sempoyongan lantaran sisa kantuk masih lekat menggelayuti matanya. Di dapur ia melihat mamanya berpeluh menyiapkan bungkusan makanan untuk sarapan Liestje dan teman buruh di pabrik tempat mamanya bekerja. Sesuai kesepakatan serikat buruh di pabriknya, hari ini giliran Marie membuatkan sarapan bagi lima anggota serikat buruh yang kena pemotongan upah.

Melihat rambut pirang anak bungsunya acak-acakan, wajah kusut, mengenakan gaun tidur, Marie hanya menggelengkan kepalanya.

“Liestje, Kakakmu sekarang harus berangkat kerja pagi-pagi. Tugasmu menggantikannya membantuku menyiapkan sarapan,” pinta Marie. Ia lantas meminta Liestje mencuci piring dan gelas. Liestje mengangguk malas, tanpa berucap. Kedua tangannya ia paksakan menyentuh dinginnya air pagi, menyesap bau menyengat pembersih. Kerjanya lambat lantaran ia belum terbiasa mengambil alih pekerjaan yang biasa dikerjakan kakaknya.

“Ayo lekas selesaikan Liestje. Mama harus berangkat ke pabrik pagi ini. Kau juga musti berangkat ke sekolah.” Marie sudah selesai membungkusi bekal makanan.

Lihat selengkapnya