Si tua Herold sedang mendayung sampan ringkih miliknya. Siang ini ia hendak mengantar tumpukan keju ke rumah majikannya. Dari semua sampan yang bersandar di tepi kanal, sampan milik Herold paling tua dan rapuh. Saking tua hampir tiap hari ada saja bagian sampan yang rusak.
“Cepat dayung sampanmu itu, orang tua, kalau tak ingin dimaki-maki lagi sama majikanmu. Ha ha ha,” ejek seorang laki-laki bernama Carol. Ia sedang duduk santai di pinggir kanal bersama gerombolannya. Mereka tertawa terbahak menyaksikan si tua Herold, lelah letih kepanasan mendayung sampan.
“Diamlah bodoh. Urus dirimu sendiri,” seru Herold berang. Ingin sekali ia menyumpal mulut busuk Carol dan teman-temannya sejak dulu. Andaikan dirinya sekuat masa muda, tak akan ada hinaan terlontar untuknya. Aku benci masa tuaku, umpatnya dalam hati.
Herold mendayung sangat lambat seperti kura-kura tua berusia seratus tahun. Terik matahari siang membuat kulitnya seperti terpanggang di atas batu-batu neraka.
Sambil terengah-engah ia memaki kepikunannya sendiri. Andaikan pagi tadi aku tidak lupa pesanan majikanku membeli keju, aku tidak bakalan tersiksa di siang terkutuk ini, gerutunya.