Kematian Firtz membuat Stella terpaksa menceritakan semua kepedihan pada Liestje. Stella sudah bersiap menghadapi kesedihannya.
“Dia bisa mati kalau terus seperti ini,” keluh Stella saat melihat Liestje sudah berhari-hari meringkuk kaku di kamar mamanya. Menolak makan minum, membisu pada siapa pun.
Memang tak semestinya gadis dua belas tahun itu dihujani kenyataan perih memilukan.
Setiap hari Liestje hanya memeluki bunga-bunga Dahlia Merah yang sudah meranggas lapuk. Kawan-kawan Marie dan Hella sesama serikat buruh pun tak sanggup membujuk Liestje.
Kalau ada orang yang patut disalahkan, ditumpahi kemarahan, Rudolf lah orangnya, pikir Stella. Semua ini akibat keputusan bodohmu Rudolf, seru Stella setiap kali ia memeluk tubuh lemah Liestje.
Stella tak pernah menyetujui permintaan Rudolf menjauhkan Liestje. Serta keputusan Rudolf menemui orang yang ia curigai sebagai pembunuh Marie, Hella, dan Roos. Keputusan serampangan itu malah membunuhnya sendiri.
“Bertahanlah Liestje. Bertahanlah hidup, aku akan menjagamu.”
***
Tengah malam, Stella dan Liestje dikagetkan pecahnya kaca jendela lantaran dilempar batu cukup besar. Tak hanya sekali. Membuat pecahan kaca berhamburan di ruang tamu. Stella takut mencari tahu sebab serangan itu. Ia yakin nyawa mereka berdua terancam oleh pembunuh Rudolf, Marie, dan Hella.
Malam-malam lebih meneror, mencekam, harus mereka hadapi. Tidak hanya lemparan sebongkah batu namun peluru-peluru tajam menembusi dinding rumah, menghancur remukkan segala diterjangnya.
“Siapa yang mau membunuh kita Stella? Apa salah kita? Mengapa mereka tega membunuh Mama, Hella, dan Paman?” rintih tangis Liestje dalam dekapan Stella. Mereka terpaksa bersembunyi di ruang atas, menanti redanya berondongan peluru. “Aku tak tahu mengapa mereka berbuat seperti itu. Siapa pelakunya pun aku tak tahu.”
Lantaran semakin ngeri teror mereka alami, Stella lantas mengajak Liestje pindah ke rumah Rudolf. Mereka tetap terjaga di kala malam.
***
Tok tok tok.
Terdengar ketokan keras, Stella tidak berani membukanya. Ketakutan serta kecemasan merambati batinnya. Ia memikirkan keselamatan Liestje.