Viona nama baruku dan di Surabaya pembunuhanku dimulai.
Surabaya, Hindia Belanda, 1894
Bunyi gaduh kecipak air sungai Kalimas mendadak memelan saat sampan itu hendak melewati bawah jembatan Merah. Dengan gegas tiga laki-laki pribumi paruh baya merundukkan kepala, menurunkan tongkat dayung supaya tidak tersangkut pinggiran jembatan.
Usai melewati jembatan Merah mereka kembali memacu sampan supaya lekas sampai di tempat tujuan. Tubuh kurus mereka tak kuat menahan terpaan dinginnya angin malam sungai Kalimas. Terutama laki-laki bernama Darman yang mendayung di depan.
Beberapa kali Darman menjeda mendayung, membetulkan sarung untuk membebat tubuhnya dari dingin yang terasa ngilu.
Sampan kembali melaju pelan lantaran dua havenpolitie2 pelabuhan sungai Kalimas, yang berdiri di seberang menara pengawas, memberi tanda untuk menepi. Mau ke mana? Apa yang kalian angkut itu? Tanya havenpolitie bertampang muda. Matanya awas memperhatikan kotak kayu panjang. Sedangkan havenpolitie yang sudah beruban rambutnya nampak malas tak bergerak. Ia lebih menikmati rokoknya.