Dahlia Merah di Penghujung Abad

tuhu
Chapter #16

2

Langit malam Surabaya berhamburan bintang. Separuh rembulan datang terlambat. Malam sabtu jalan-jalan di kawasan Heerenstraat bermandikan cahaya. Restoran mewah, kedai, hotel, tempat-tempat hiburan malam gemerlap meriah. Kereta-kereta kuda berseliweran menghantarkan penumpang bergaun dan berjas anggun menawan. Semerbak parfum bertebaran, hinggap di setiap sudut Heerenstraat.

Kedai Verspillen hanya dipisahkan dua bangunan, berada di selatan hotel Juweeltje. Malam ini pengunjung kedai Verspillen tak seramai malam-malam biasanya. Malam sabtu ini hanya diperuntukkan bagi pelanggan berlabel khusus. Mereka dipersilahkan menikmati sepuasnya kemewahan yang tersaji.

Setiap sabtu malam, kedai Verspillen berubah menjadi tempat judi kelas atas Surabaya. Tempat para pengusaha, tuan tanah kaya raya, pejabat tinggi untuk menghambur-hamburkan uang.

Memang sengaja dibatasi pelanggan kedai judi ini. Namun uang yang ditumpahkan dalam semalam sungguh mengerikan. Tak sembarangan orang begitu saja ikut mencicipi judi kelas atas di kedai Verspillen. 

Pesta judi belum dimulai namun para perempuan penghibur sudah duduk menemani para laki-laki pelanggan kedai. Sambil berpangku bermesraan mereka sibuk menuang anggur dan bir.

Di sebuah meja pojok ruangan, Lammert baru saja meletakkan pantatnya, menyandarkan bahu lebarnya, lantas memesan anggur kesukaannya. Tak berselang lama dua perempuan Eropa membawakan sebotol anggur dan gelas. Tersenyum manja pada laki-laki berkumis tebal tak berjanggut itu.

Setiap teguk kenikmatan anggur membasahi jiwanya, memudarkan beban pikirannya. Malam sabtu di kedai Verspillen menjadi pemulih kekosongan hidupnya di tanah Jawa. Pemuas dahaga rindu akan aroma kota Rotterdam, tempat ia lahir dan dibesarkan.

Tiba-tiba Lammert tersenyum sumringah tatkala kedua matanya menangkap kedatangan seorang laki-laki paruh baya diapit seorang perempuan Tionghoa muda bergaun merah kirmizi.

“Ah, Mijnheer Lammert, semakin segar saja setelah pulang ke Surabaya,” seru Babah Ho seraya menjabat erat tangan Lammert. “Bagaimana urusan di Batavia? Beres?”

“Beres tanpa kendala Babah Ho. Bukankah semua berkat bantuan Babah Ho,” puji Lammert. Babah Ho tertawa renyah mendengarnya. Tawanya bercampur serak batuk, membuat perempuan Tionghoa di sampingnya khawatir.

Lammert dan Babah Ho bersulam ria, meneguk anggur kemenangan. Suara dentingan gelas bersahutan dengan orang-orang dimabuk kenikmatan di kedai Verspillen malam ini.

Seperti biasa kalau mereka berdua bertemu pasti saling menawarkan peluang dagang. Segala sesuatu di atas tanah Surabaya sanggup diuangkan oleh tangan-tangan mereka.

Mijheer Lammert, dua hari lagi barang-barang yang kudatangkan dari Maluku akan sampai Surabaya. Apa Mijheer sudah mengurus masalah itu?”

Mijn God, aku sampai lupa memberitahu. Masalah itu sudah saya bereskan. Babah Ho tidak perlu khawatir. Sekarang orang-orang Kepabean dan Havenpolitie dalam kendali kita lagi,” terang Lammert sesumbar penuh keyakinan.

Wajah Babah Ho cerah sumringah seperti ditaburi permata dari langit. Ia minta dua anggur termahal sebagai perayaan keberhasilan Lammbert.

Lihat selengkapnya