Baru duduk di kursi, semua pasang mata di ruang judi langsung tertuju heran padaku. Menyelidik penuh ragu lantaran baru pertama menjejak di sini. Sorot mata angkuh para laki-laki bergelimang uang membara bagai serigala bersiap menerkam mangsa.
Hampir semuanya orang Eropa, hanya tiga orang Tionghoa. Ditambah satu perempuan Tionghoa duduk tertunduk diam.
Seorang laki-laki berkumis tebal menatapku tak berkedip. Aku balas tatapannya dengan senyum tipis. Nampaknya ia hendak mendekatiku. Seorang pelayan laki-laki datang menuangkan minuman pesananku. Aku minta padanya memesankan anggur untuk si tampan itu sebagai salam perkenalanku. Nampaknya laki-laki itu terhenyak kaget mendapat segelas anggur dariku.
“Juffrouw, boleh aku duduk di sampingmu?” pinta si laki-laki berkumis tebal, suaranya berat berwibawa.
Harus kuakui ia sungguh berani dibanding para laki-laki seusianya atau barisan paruh baya di ruang judi ini. Ia tersenyum ramah, aku mengangguk mempersilahkan. Ia mengulurkan tangan, Lammert Pauwels, panggil saja Lammert, ucapnya memperkenalkan diri.
“Viona. Senang bertemu denganmu Mijnheer Lammert.” Ia tertawa geli, memintaku memanggil Lammert saja. Biar lebih akrab, walaupun Viona terlihat sangat muda, terangnya.
Orang-orang beralih memperhatikan kami berdua. Terkesima sekaligus iri pada Lammert. Di antara para laki-laki di ruang ini, Lammert memang lebih tampan dan berwibawa. Balutan jas hitamnya membuat ia nampak paling gagah dari para laki-laki kaya berpangkat.
Lammert terkagum bungah lantaran tahu aku dari Rotterdam. Rupanya ia lahir dan besar di Rotterdam sebelum terpaksa mengekor keluarganya ke Hindia Belanda. Semakin tercengang saat kuceritakan aku berlayar sendiri ke Surabaya. Ia sampai menggeleng ragu.
“Ada urusan apa Viona jauh-jauh ke Surabaya seorang diri?” tanya Lammert sangat ingin tahu. Kukatakan ada urusan dagang di Surabaya. Aku sedang mencari pasokan kain kualitas terbaik di Jawa untuk toko gaun di Rotterdam, Gouda, dan Utrecht. Para pengusaha gaun di Belanda sering membincangkan kalau hendak mencari kain terbaik harga murah, Surabaya tempatnya. Lammert begitu antusias mendengar ocehanku. Sesekali ia berdecak kagum.
Obrolan kami berdua terpaksa berhenti lantaran kehadiran Mijnheer Reinier, pemilik kedai ini sekaligus suami Mevrouw Anke Niehof. Ialah yang membuka judi malam ini.
Saat orang-orang baru mulai berdatangan, Lammert berbisik lirih padaku, memperkenalkan padaku dengan beberapa pejabat pusat dari Batavia yang datang bersama Mijnheer Reinier, termasuk para pengusaha kaya raya Surabaya.