Selama empat hari tiga malam, Gerben mematangkan serta menyusun rencananya. Atas permintaannya sendiri, Gerben hendak menjalankan seorang diri, tanpa melibatkan siapa pun.
Selama tiga hari ia diliputi kegairahan membuncah. Bersiaplah Lammert, akan kukirim kau ke neraka paling dasar, seru Gerben sambil tangannya menghitung butir-butir peluru.
Malam penantian datang juga, Gerben naik kereta kuda melewati hotel Des Indes, menuju utara. Ia lantas berhenti di depan rumah judi besar, milik ayahnya Lammert. Tempat judinya orang-orang Eropa yang nasib hidupnya di Surabaya melarat dan pas-pasan.
Dahulu ayah Lammert sengaja membangun tempat judi itu sebagai pemuas dahaga orang Eropa yang tak sanggup menjejakkan kakinya di tempat judi kelas atas.
Walau pun kastanya jauh bagai bulan dan matahari dibanding tempat judi miliknya Mijnheer Reinier, namun tak kalah bergelimpang uang, bertaburan setiap malamnya.
Gerben salah satu pelanggan setia. Di tempat itu ia mencicipi pahit manisnya berjudi di Surabaya. Pahitnya ia sering menderita kebangkrutan, berujung utang menggunung dari Lammert.
Kedatangan Gerben langsung disambut riuh oleh teman-teman judinya. Lammert yang sudah datang sejak tadi malah mendatangi Gerben sambil menyapa seperti biasa.