Kunci hitam yang dahulu Stella berikan padaku rupanya sebuah kunci almari tua berisi bertumpuk-tumpuk berkas milik paman Rudolf. Jerih payah lelahnya mengumpulkan bukti-bukti para pembunuh keluargaku. Semua bukti itu sengaja tidak ia serahkan ke veiligheidspolitie atau surat kabar.
Bukti pembunuhan Hella membuat luka jiwaku terasa perih dan sakit.
Enam setengah tahun lalu, sebelum Gerben pindah ke Surabaya, dia menjalankan sebuah pabrik milik ayahnya di Rotterdam. Tempat di mana Hella bekerja.
Semua bermula saat serikat buruh di pabrik Gerben mogok kerja besar-besaran, lantaran upah mereka dipotong dan memecat buruh seenaknya. Tiga hari mereka mogok.
Di hari ketiga pemogokan, pimpinan buruh perempuan dan laki-laki hilang tanpa sebab. Tak tahu nasib mereka sampai sekarang. Tiba-tiba saja hari itu Gerben memenuhi tuntutan membayar upah para buruh yang dirampas. Membikin serikat buruh malah semakin curiga.
Kehilangan pimpinan buruh membuat seluruh anggota serikat lantas memilih Hella menjadi ketuanya. Empat hari usai Hella menjadi pimpinan buruh perempuan, ia mendapat cerita pedih dari seorang buruh perempuan. Ia diperkosa oleh Gerben di sebuah gudang saat lembur kerja. Mendengar pengakuan pahit si buruh perempuan itu, seketika gemuruh kemurkaan Hella meledak.
Keesokan harinya Hella memimpin protes melawan Gerben dan menuntutnya ke pengadilan. Untuk kedua kalinya pabrik merugi gara-gara mogok buruh.
Veiligheidspolitie datang ke pabrik bukan menangkap Gerben, malah menyeret dan menggebuki para buruh.
Saat Hella pulang ke rumah aku sempat melihatnya merintih kesakitan di kamar mandi. Aku yakin ia kena pentungan veiligheidspolitie saat protes.
Di hari ketika aku melihat Hella untuk terakhir kalinya, rupanya ia sudah dibuntuti orang-orang pesuruh Gerben. Ia diculik sebelum telapak kakinya menginjak halaman pabrik. Selama tiga hari ia disekap, disiksa di gudang pabrik.