Dahlia Merah di Penghujung Abad

tuhu
Chapter #31

4

“Apa kita aman di sini Yvonne?” tanya Lastri pada adik iparnya. Suaranya lirih bergetar lantaran ketakutan menggerayai hatinya. Yvonne merasakan hal serupa. Ia menatap Lastri. Sorot matanya menampung kecamuk rasa. Tenanglah Lastri, perempuan itu tak mungkin datang ke sini. Tak akan kubiarkan dia menyakiti kalian. Harloff mempercayakan kalian padaku, ujar Yvonne sambil memegangi dinginnya tangan Lastri.

Pekatnya malam ini begitu dingin menusuk. Ditambah derasnya guyuran hujan belum juga reda. Menambah kobaran ngilu dinginnya malam. Suara kodok sawah menggaduh bersahut-sahutan.

Lastri dan Yvonne duduk berbalut cahaya teplok. Rumah ini menciptakan kenangan pada mereka berdua, sebelum tinggal di Surakarta.

Yvonne ikut bersama Harloff, kakak keduanya, serta Lastri tinggal di rumah ini. Yvonne pula ikut membantu kelahiran Lastri saat Harloff bertugas ke Ujung Pandang. Alangkah membuncah bahagia hidup Yvonne melihat lahirnya dua keponakan cantik dan kembar. Alleta dan Alleida.

Lastri dan Yvonne berteman dekat hingga menjadi seperti saudara. Bermula saat Yvonne menjadi bidan dan sering berkeliling ke desa-desa. Sewaktu bertugas di distrik Karangnongko ia berjumpa pertama kali dengan Lastri. Seorang perempuan Jawa pintar, walau hanya lulusan schakel school.

Lastri kerap membantu Yvonne pergi ke desa-desa. Selama mereka berdua bekerja bareng, Yvonne semakin senang dengan Lastri. Pada akhirnya ia membujuk Harloff untuk menikahi Lastri. Walaupun akhirnya Yvonne dan Harloff harus menghadapi berbagai hinaan dari kakak tertuanya terlebih istrinya.

 

***

 

“Alleta dan Alleida sudah tidur Lastri?” bisik Yvonne, ia meneguk air putih untuk menenangkan resahnya. Lastri mengangguk. Sudah, semoga mereka berdua tidak mengigau lagi mencari ayahnya, ujar Lastri.

“Tidurlah Yvonne. Wajahmu nampak kepayahan. Biar aku yang berjaga,” pinta Lastri. Yvonne mengiyakan, ia memang merasa tubuhnya remuk redam seperti dihantam bebatuan gunung Merbabu. Memar-memar di tangannya belum sembuh.

Baru Yvonne hendak beranjak dari kursinya, mereka berdua mendengar suara kegaduhan di luar rumah. Serta merta mereka disergap panik ketakutan, saling pandang. Terpaku tak berani membuka pintu. Suara gaduh semakin menguat jelas. Ringkikan kuda, derap langkah kaki, teriakan, serta umpatan para laki-laki.

Brakkkk.

Pintu ditendang dengan kasarnya. Seketika angin kencang menerobos menampar wajah Yvonne dan Lastri. Membuat mereka semakin menggigil ngilu.

Dalam sekejap orang-orang berjumlah dua belas bersenjata parang dan revolver masuk, dibarengi langkah seorang laki-laki dan perempuan Belanda.

Lihat selengkapnya