Dahlia Merah di Penghujung Abad

tuhu
Chapter #38

1

Kedua bola mataku menangkap semburat senja merah yang menyembul di ufuk barat. Sebentar lagi matahari purna tugasnya. Berganti gelapnya malam mengisi warna kehidupan.

Kunikmati senja sore sambil memandang laut Jawa. Begitu tenang.

Burung-burung terbang bergerombol di atas deburan ombak. Nampaknya hendak pulang ke peraduan. Ada pula kawanan burung mencari mangsanya di kala senja.

Aku beruntung menemukan penginapan yang sanggup memanjakan mata memandangi laut Jawa. Kulihat lampu-lampu penginapan sudah mulai benderang menyambut malam. Di atas petala langit senja nampaknya malam ini rembulan datang agak larut.

 Puas menikmati suasana sore di pantai laut Jawa, aku beranjak berjalan menuju ke penginapan. Baru kakiku menjejak lantai lobi, seorang perempuan menghampiriku. Ia mengantarku ke kamar sambil menyerahkan surat kabar yang kemarin aku minta.

Sampai di kamar dengan gegas aku membacanya. Sebuah berita mengatakan kalau veiligheidspolitie seluruh Karesidenan di pulau Jawa mulai mencurigai si Dahlia Merah, usai membandingkan rentetan kasus pembunuhan di Surabaya dan Surakarta. “Rupanya si bunga Dahlia sudah terkenal,” ucapku sembari tersenyum tipis.

Aku tidak terlalu memperdulikan berita itu, lantaran aku harus bersiap pergi. Malam ini ada janji penting, bertemu seseorang yang kiranya bisa membantu urusanku di Semarang.                               


***


Saat malam mulai menggelap, aku menunggu kereta kuda pesananku. Malam ini terpaksa aku mengistirahatkan kudaku. Sudah dua hari ia kuajak berkeliling Semarang. Biarlah hari ini ia menikmati kesendiriannya.

Kereta kuda mengantarku ke stasiun pemberhentian trem. Memang jaraknya cukup jauh dari penginapan. Saat aku menaiki trem malam, banyak pasang mata laki-laki tertuju padaku. Ya, mereka nampak heran melihat perempuan muda pergi sendiri malam-malam. Baru sadar di dalam trem ini cuma aku perempuan seorang diri.

Lihat selengkapnya