Dahlia Merah di Penghujung Abad

tuhu
Chapter #42

5

Di hari biasa, kantor Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij tak seramai ini. Theodoor yang bisanya duduk manis di ruang kerjanya, memelototi berkas-berkas dan mesin ketik, terpaksa berada di luar kantor. Lebih tepatnya ia terpaksa bercampur marah dan jengkel melakukannya. Perintah dari pimpinan kantor pusat di Batavia menghendaki kantor di Semarang hari ini harus dalam penjagaan ketat veiligheidspolitie.

Ada kabar kalau buruh kereta api mulai bergerak lagi melancarkan protes. Tak mengherankan siang ini banyak pasukan veiligheidspolitie berseliweran, wira-wiri, menjaga halaman kantor.

“Aku tak yakin para buruh itu akan melakukan protes lagi Komandan,” ujar Theodoor pada Komandan Lodewijk, pimpinan veiligheidspolitie. Wajah komandan itu mengeras seketika.

“Tak yakin? Mijnheer anggap kami main-main? Kau terlalu menganggap enteng urusan ini. Yang Mijnheer pikirkan hanya uang dan kerjaan saja,” balas Komandan Lodewijk tak kalah sengit.

“Memang! Saya lebih mementingkan urusan pekerjaan. Biarlah seandainya para buruh itu mau protes. Dan tak perlu berlebihan seperti ini penjagaannya. Membuat resah pegawaiku saja,” serang Theodoor.

Komandan Lodewijk memerah jengkel mendengar ketidakpedulian Theodoor. Belum sempat ia menyemburkan kemarahannya, seorang anak buah Komandan Lodewijk menghampirinya. Wajahnya membiru pucat, seperti diburu kematian.

Anak buah itu mengatakan ada dua perintah maha penting harus segera ditangani. Komandan Lodewijk bergegas meninggalkan Theodoor. Padahal ia ingin sekali menampar mulut pedas pimpinan kantor kereta api itu.

Lihat selengkapnya