Dahlia Merah di Penghujung Abad

tuhu
Chapter #43

6

Di malam Kamis ini, Roeland terlihat sedang berjalan santai menuju pemberhentian trem. Perasaannya masih diselimuti kegembiraan meluap luap. Saat ia hendak naik trem, belum sempat kakinya menjejak, seseorang berjalan tergopoh menubruk dirinya. Membuatnya jatuh tersungkur. Lantaran hatinya masih membuncah bahagia, Roeland hanya mendesah panjang sambil mengatakan pada orang itu supaya berhati-hati.

Namun saat ia merogoh mantelnya ia terperanjat kaget. Tas berisi berkas-berkas miliknya dan milik serikat raib.

“Sialan, pasti orang itu pencurinya,” teriak Roeland. Dilihatnya orang yang menabraknya masih berjalan cepat. Sebentar lagi ia akan berbelok ke perempatan jalan. Roeland berlari mengejarnya. Saat tahu ia dikejar, pencopet itu berlari cepat sekali. Kejar-kejaran tak terhindarkan.

Roeland terus mengejar tak menghiraukan sekitarnya, termasuk saat tiga veiligheidspolitie yang sedang patroli berteriak menyuruhnya berhenti. Roeland mengabaikan peringatan, di pikirannya hanya tas itu. Jangan sampai jatuh ke orang lain. Kalau sampai jatuh ke tangan veiligheidspolitie, hancur sudah rahasia kawan-kawan serikat pelajar dan buruh, serunya dalam hati.

Ketiga veiligheidspolitie berkali-kali memberi peringatan. Namun percuma, Roeland terus melaju tanpa henti mengejar si pencopet. Saat ia berlari melewati belokan, dari arah berlawanan tiba-tiba dua orang veiligheidspolitie menyergapnya. Beruntung ia sanggup melawan dan mengambil revolver yang terjatuh dari genggaman salah seorang veiligheidspolitie.

“Biarkan aku pergi. Aku tak ingin mencelakai kalian. Aku harus mengejar si pencopet itu,” seru Roeland. Ia menodongkan revolver tepat di hadapan dua veiligheidspolitie. Mereka berdua mematung gemetaran. Terpaksa mereka berdua membiarkan Roeland pergi, namun meminta menyerahkan revolver.

Roeland mengabaikan. Pikirnya revolver itu bisa ia gunakan untuk melumpuhkan si pencopet. Ia lantas berbalik mengejar lagi si pencopet.

Lihat selengkapnya