Komandan Lodewijk sudah ketiga kalinya menghabiskan rokok dari sakunya. Duduk di kursi menghadap seorang laki-laki yang sering membuatnya kesal. Ia dan laki-laki itu hanya dipisahkan meja tua. Tangannya diborgol, tertunduk membisu sejak tadi.
“Kalau Mijnheer bertanya apakah kasus penembakan ini bakal masuk persidangan, terpaksa harus kujawab dengan berat hati. Kalau Mijnheer akan disidang dan pasti mendapat hukuman,” terang Komandan Lodewijk. Kepulan asap rokok mengepul memenuhi ruangan interogasi, membuat Theodoor sesak. Ia sangat benci orang merokok.
“Aku yakin bisa terbebas dari kasus ini. Karena penembakan yang kulakukan hanyalah untuk membela diri,” terang Theodoor. Ia menjelaskan kalau ia merasa terancam lantaran orang bernama Roeland lebih dahulu menodongkan revolver ke arahnya. Ia segera mengeluarkan revolver yang sengaja dibawanya malam itu usai pulang dari sebuah kedai.
Mendengar penjelasan itu Komandan Lodewijk tertawa terbahak-bahak. Lama sekali ia tertawa. Melampiaskan kekesalannya pada Theodoor yang ia anggap sombong tak karuan itu.
Komandan Lodewijk lantas mengatakan kalau Theodoor mendapat tiga tuntutan berat. Penghilangan nyawa, membawa senjata api ilegal, dan membeli senjata api hasil curian.
“Apa?” teriak Theodoor. Matanya melotot hampir copot. Nyalinya menjadi mengkeret. Ia sama sekali tak tahu kalau senjata api itu ternyata hasil curian.
Theodoor membantah tuduhan gila Komandan Lodewijk kalau senjata api itu hasil curian. Ia berujar sudah membeli disertai dokumen kepemilikan dan izin.