Dahlia Merah di Penghujung Abad

tuhu
Chapter #54

17

Katelijne kerap berkirim surat dengan paman Rudolf. Surat menyurat terhenti lantaran paman Rudolf dan paman Willem sudah tiada.

Saat aku pertama kali bertemu Katelijne, kuceritakan padanya kalau aku saudara mereka berdua. Katelijne terhenyak kaget namun tak lantas percaya. Saat kutunjukkan surat-suratnya barulah ia percaya.

Aku terpaksa mengatakan padanya kalau paman Rudolf sudah tiada. Katelijne menangis tak tertahan. Pantas saja sekian lama ia tak membalas surat-suratku, ucapnya sambil membacai kembali surat-surat yang ia kirimkan ke paman Rudolf. Apakah Rudolf meninggal karena mengidap sakit parah? Tanya Katelijne. Aku menggeleng cepat.

“Tidak. Ia mati dibunuh, begitu pun juga paman Willem.”

Katelijne terperanjat kaget, hampir jatuh pingsan mendengarnya. Aku lantas menceritakan semuanya, termasuk pembunuh keduanya. Setelah itu aku utarakan tujuan kedatanganku ke Hindia Belanda ini.

“Aku akan membantumu menuntaskan urusanmu di Semarang,” janjinya. Bergemuruh suara dan amarahnya. Aku menyerahkan semua catatan yang sudah aku susun matang sebelum menginjakkan tanah Semarang. Catatan itu berisi para pembunuh paman Willem. Jadi, siapa sasaran pertama hendak kau lenyapkan? Tanya Katelijne.

“Ini orangnya.” Aku menyerahkan sebuah foto. Ia agak terkejut melihatnya. Tak hanya itu, aku menyerahkan sebuah catatan yang dibuat paman Rudolf tentang orang ini. “Aku ingin mengungkap semua kejahatannya seperti di catatan itu.” Katelijne mengangguk serius, nampaknya ia sudah tahu hendak melakukan apa.

“Sasaran selanjutnya?”

“Agak sulit menghadapi sasaran kedua. Butuh bantuan orang lain, tapi aku sudah mendapatkan orangnya untuk membantuku.” Aku menyerahkan catatan tentangnya. Kali ini Katelijne malah tertawa melihat foto orangnya.

Katelijne mengenal orang itu sebagai penjilat. Katelijne berjanji akan mengerahkan seluruh anak buahnya untuk menuntaskan urusanku.

 

***

 

Lihat selengkapnya