Aku membuka buku bersampul merah milik paman Rudolf. Membuka lagi lembaran yang sudah aku tandai. Mencoret dua nama dengan tinta merah. Roeland dan Meneer Matthijs.
Semua berkas yang aku ambil dari rumah Roeland dan rumah Meneer Matthijs, aku satukan dengan tulisan paman Rudolf. Aku menyusunnya sampai membentuk cerita pembunuhan sadis paman Willem van Vlaardingen.
***
Roeland besar di sebuah panti asuhan. Tidak diketahui siapa ayah dan ibunya. Keluar dari panti asuhan ia bekerja jadi buruh pelabuhan. Saat pertama kalinya menerima upah ia merasa takjub, lantaran selama ini ia tak pernah punya uang sendiri. Roeland lantas memilih menggunakan untuk memuaskan nafsunya, mabuk dan berjudi. Mulai saat itu ia melakukan apa saja untuk mendapatkan uang.
Saat ramai-ramai gerakan buruh. Ia sempat ikut gerakan pemogokan buruh. Ia kerap menjadi korban dihajar veiligheidspolitie saat mogok. Ketika ditahan, Roeland bertemu dua orang buruh yang menjadi mata-mata veiligheidspolitie, ia diperlihatkan tumpukan uang hasil kerjanya.
Roeland yang saat itu hancur lebur hidupnya menyambut penuh gairah. Mulai saat itu ia nyambi menjadi mata-mata selain buruh pelabuhan.
Sedangkan pertemuan antara Meneer Matthijs dan Roeland cukup heroik. Roeland menolong Meneer Matthijs yang malam itu hampir mati tenggelam di kanal.
Sebagai tanda terimakasih, Meneer Matthijs menawari tempat tinggal. Lantaran saat itu Roeland di usir dari penginapannya, ia sambut dengan gembira tawaran itu.
Di tempat barunya, Roeland ikut membantu Meneer Matthijs mengurus sekolah. Diam-diam Roeland tahu sifat asli keseharian Meneer Matthijs. Tak seperti orang lain pikirkan tentang dirinya. Kejadian tenggelamnya Meneer Matthijs di kanal sebenarnya lantaran ia sedang mabuk berat.