Pagi itu Zella dan Niels harus mempersiapkan ruang pemotretan sesempurna mungkin, lantaran ada pelanggan hendak foto keluarga. Wirya dan Wisena memasang layar. Sedangkan Zella dan kakaknya mempersiapkan kamera dan peralatannya.
Tak berselang lama, pelanggan mereka datang. Seorang laki-laki tinggi berkumis, bersama istrinya yang berkebaya putih, tiga anak laki-laki, dua anak perempuan, dan seorang pengasuh perempuan. Kata Niels, mereka keluarga pribumi kaya, juragan perkebunan kopi dan teh.
Saat hendak bersiap memotret, Zella nampak terdiam melihat keluarga itu. Kedua bola matanya memercikkan api marah dan kesal.
“Kenapa dia duduk sendiri? Lebih baik dia ikut berdiri di samping kalian,” seru Zella sambil menunjuk seorang perempuan berpakaian biasa, duduk bersimpuh di bawah. Seketika seluruh ruangan tegang membeku. “Dia pengasuh anak kami. Biarkan dia duduk di situ,” ujar si kepala keluarga itu. Wajahnya memerah menatap Zella.
Si pengasuh perempuan malah tertunduk, mengkerut takut. Terus kenapa kalau dia seorang pengasuh? Alangkah baiknya ia ikut berdiri di samping anak-anak kalian yang sudah diasuhnya, tukas Zella.
“Maksud Juffrouw apa?” suara laki-laki itu, suaranya meninggi garang, matanya melotot. Niels lekas menarik lengan Zella keluar dari ruang pemotretan. Ia memerintahkan Wirya mengambil kendali pekerjaan.
“Maafkan ketidaksopanan kami Tuan, dia anak baru,” ujar Wirya ketakutan, mencari alasan sekenannya.
Di ruang kerja Niels, Zella duduk sambil melihat wajah gusar kakaknya yang memegangi kepala. “Apa apaan kamu tadi Zella? Ulahmu membuat pelanggan terhormat kita marah dan merusak nama baik studio kita.” Niels menatap geram adiknya. Zella hanya diam sambil memainkan ujung gaunnya. Ini sudah kedua kalinya kau berbuat kurang ajar seperti ini. Bukankah sudah kuterangkan padamu peraturan di sini. Kita harus melayani para tamu kita. Terserah mereka mau duduk atau berdiri, itu urusan mereka. Suara keras Niels memantul-mantul di dinding ruang kerja.
“Tapi tidak seperti itu caranya. Mereka merendahkan martabat perempuan itu,” balas Zella sengit.
“Engkau boleh mengatakan itu sama kawan-kawanmu yang selalu memperjuangkan persamaan derajat dan kemanusiaan. Tapi engkau lupa, hidup tak semudah ucapan itu Zella, camkan itu,” seru Niels. Ia sudahi memuntahkan marahnya, lantas beranjak meninggalkan adiknya.
Lantaran ulah kurang ajar adiknya, Niels harus berucap memohon maaf puluhan kali di hadapan keluarga kaya itu.