Selain restoran Cloe-Floreinbech, tempat berkumpulnya orang-orang kelas atas di Bandung menyesap nikmat makanan Eropa. Tak jauh dari kawasan glamor itu berdiri restoran mewah juga, Rijk Oranje. Seperti namanya, restoran itu berdinding oranye, mencolok mata di kala siang maupun malam. Merangsang kecurigaan Departemen Kepabean serta veiligheidspolitie. Lantaran seringnya orang-orang kaya dari Batavia serta Buitenzorg, berkunjung ke Rijk Oranje. Namun tak ada yang berani mengusik segala hiruk pikuk kemisteriusan di dalamnya.
Siang itu Rijk Oranje sama seperti hari-hari biasanya. Lenggang, hanya beberapa meja makan terisi orang sedang menikmati makan siang.
Di lantai dua Rijk Oranje, Lars duduk bersebelahan dengan laki-laki Belanda berseragam Karesidenan, Van Haselling. Mereka berdua sudah lima menit menunggu.
“Aku turut senang perkebunan teh warisan ayahmu itu terus berkembang. Perkebunan keluarga besarmu itu turut membantu keuangan Karesidenan Priangan,” ucap Van Haselling.
“Mijnheer Van Heselling terlalu berlebihan. Semua ini atas bantuan Mijnheer,” balas Lars. Hatinya menahan gejolak gembira yang membuncah, lantaran kawan ayahnya itu masih membantunya, walaupun kepemilikan perkebunan berpindah di genggaman Lars.
***
Tak berselang lama, datanglah tiga orang, yang sudah dinanti sejak lama. Arhend Coenraad, seorang laki-laki Eropa berkacamata, berjalan beriring dua laki-laki Sunda paruh baya, Prawiragung dan Kertaya. Lars dan Van Haselling menyambut sumringah kedatangan mereka.
Pertemuan siang itu dibuka obrolan basa-basi, menanyakan perkembangan pekerjaan masing-masing, sambil menyantap makan siang.
Usai memuaskan perut mereka, di meja makan sudah berubah menjadi tempat bertumpuk berkas.