Dahlia Merah di Penghujung Abad

tuhu
Chapter #79

22

Bentang menghijau perkebunan teh tak jemu dipandang. Aroma sejuk membuat siapa pun seperti berada di lembah kayangan. Hijaunya perkebunan memanjakan mata, sedang birunya langit menentramkan jiwa.

“Lihatlah, betapa sempurnanya seluruh tempat ini untuk usaha kita,” seru Lars tengah berjalan beriringan dengan Prawiragung dan Arhend Coenraad.

Pagi ini mereka bertiga bersama empat pengawal sedang berkuda mengitari perkebunan teh. Terpujilah semesta yang menciptakan tempat ini, ungkap Arhend Coenraad. Ia menyesap kuat udara pegunungan yang sangat ia rindukan. “Aku sangat yakin kita akan meraup keuntungan berlimpah di sini.”

Prawiragung dan Lars menyambut dengan tawa kebahagiaan kemenangan. Mereka terus berkuda melewati buruh perkebunan yang kebetulan berpapasan dengan mereka. Tiba-tiba saja Prawiragung menghentikan kudanya.

Meneer Lars. Apa di sana itu perkebunan kopi?” tanya Prawiragung sambil menunjuk di sebuah perkebunan subur, terlihat buruh-buruh sedang memupuk.

“Benar Tuan Prawiragung, sebelah sana memang perkebunan kopi. Dari catatan yang ada, perkebunan kopi itu sudah lama ada,” terang Lars.

Raut wajah Arhend Coenraad mendadak sumringah berbinar. Melihat subur menghijaunya perkebunan kopi. Otak uangnya langsung menyembul. Melihat perkebunan kopi seperti melihat tumpukan uang siap dikeruk.

“Bukankah di dekat sini ada bekas perkampungan Tionghoa yang sudah lama tidak dipakai?” tanya Prawiragung. Lars mengangguk. Memang ada, aku beberapa kali pernah ke sana. Kondisinya masih bagus. Penduduk di sini merawat perkampungan itu, balas Lars.

Meneer bisa mengantarkan kita ke sana?” pinta Prawiragung.

Lihat selengkapnya