Braaakkk
Suara gebrakan meja terdengar keras menggelegar. Memenuhi seluruh ruang rapat. Berdenging memantul-mantul, membikin sakit gendang telinga anggota rapat yang sedang duduk mengitari meja oval besar.
Mereka yang sebelumnya saling beradu mulut, saling melotot, tunjuk menunjuk, kini terdiam kaku. Mata mereka terarah pada laki-laki setengah baya berbadan tambun.
“Semua yang kalian debatkan tidak ada artinya sama sekali,” bentak Anthonie. Bola mata presiden Societeit de Harmonie itu menyakal merah lantaran marah. Menatapi satu persatu para petinggi dewan Societeit de Harmonie. Berhentilah saling menyalahkan sesama anggota, serunya. Anggota rapat tertunduk, tidak lagi melanjutkan peperangan di antara mereka.
“Tapi Mijnheer Anthonie. Pembunuhan dua anggota kita akan menghancurkan reputasi Societeit de Harmonie di mata para anggota, di mata masyarakat, dan paling parah di mata Tuan Resident Batavia,” ungkap Christoffel. Sedari tadi mulutnya penuh gumpalan kata ketakutan, kerugian, kecemasan. “Lebih ngerinya lagi si pembunuhan masih berkeliaran. Kalau para anggota meninggalkan Societeit de Harmonie karena kasus itu, tamatlah kita.” Kerut wajah kalut cemasnya semakin menjadi.
“Buang semua rasa takut berlebihanmu itu Christoffel,” seru seorang perempun bersuara tegas. Duduk santai di kursi empuk dekat jendela. Wajah tenang perempuan muda itu membuat Christoffel kembali menyembul emosinya.
Sedari tadi rapat, perempuan itu selalu memancing kemurkaan Christoffel.