Saat malam perjanjian dengannya tiba, aku menjemput Ginanti. Dengan kereta kuda kami berdua melaju menyibak pekat malam ibu kota Hindia Belanda. Kurasa malam ini langit Batavia lebih menawan dengan hadirnya sepenggal bulan juga taburan bintang.
Di dalam kereta kuda, kulihat wajah Ginanti berbalut cemas. Ia bertanya apakah aku yakin hendak ke tempat itu. Aku sebenarnya sudah bosan meyakinkannya.
“Aku harap di sana tidak berjumpa mantan atasanku dulu,” ucap Ginanti. Duduknya sedikit gelisah. Nampak tak tenang dari pancaran wajahnya. Apa sebabnya kau enggan menjumpainya? Tanyaku.
Sambil menyesap rokok, Ginanti mengatakan kalau atasannya sedari dulu dikelilingi orang berbahaya di Batavia. Ia tak mau atasannya meminta untuk bekerja dengannya lagi. Permintaan yang selalu Ginanti takuti. Aku hanya ingin hidup tenang tanpa dikendalikan oleh orang sepertinya, ungkap Ginanti. Siapa gerangan orang mengerikan itu? Tanyaku.
“Kalau nanti dia datang, kau akan langsung tahu orang yang kumaksud.”
***
Di sebuah bangunan putih pualam besar berhalaman luas, kami berdua berhenti. Aku menatap penuh gairah tempat ini. Sejak terakhir di Surabaya aku tak menjumpai tempat judi sebesar ini. Inikah istana judi yang diagungkan para penjudi terkemuka di Batavia itu?
Berbarengan dengan kami berdua menuju istana judi, aku lihat banyak laki-laki Eropa berjalan angkuh. Banyak pasang mata tertuju tajam pada kami berdua. Disertai tawa menyeringai.
Baru kaki kananku menapak lantai istana judi, hidungku langsung disambut berjubel aroma minuman, bau rokok, berbagai macam parfum, membaur sesak tak karuan. Mataku membelalak melihat banyaknya meja judi dikerumuni manusia yang hendak menghambur-hamburkan uangnya.
“Bagaimana Viona? Sesuai keinginanmu?” tanya Ginanti. Mataku berkedip penuh kepuasan. Melebihi apa yang kuinginkan. Di sini kau bisa menemukan berbagai macam wujud manusia. Mulai dari orang kaya raya, sampai pembunuh bayaran, ungkap Ginanti.
Saat kami berdua sedang asyik menikmati anggur, seorang laki-laki Eropa muda menghampiri kami. Ia menyapa Ginanti, nampak sangat akrab sekali. Ginanti mengatakan kalau laki-laki itu bekerja di sini. Dia akan mengatur pesanan judi kami.
Di tengah aku dan Ginanti meneguk anggur, tiba-tiba dari pintu masuk muncul seorang perempuan Eropa bertubuh tinggi berambut merah bergelombang. Berjalan bersama empat orang laki-laki di belakangnya.
Kemunculannya membuat orang-orang terpesona membeku. Perempuan itu menyihir semua mata termasuk aku. Siapa perempuan itu? Seruku dalam hati.
Aku melirik Ginanti. “Jangan bilang dia orang yang kau maksud,” tanyaku padanya. Ia mengangguk dan tersenyum getir. Malam ini kau sangat beruntung Viona. Orang paling berkuasa di tempat ini datang juga, ujar Ginanti. Siapa nama mantan majikanmu itu? Tanyaku.
“Savina, si ratu judi Batavia,” ucap Ginanti. Suaranya bergetar, seakan nama itu terlarang diucapkan. Aku coba melihatnya sekali lagi. Savina sudah duduk di meja cukup besar. Banyak laki-laki langsung berebut menyapanya. Menunjukkan pesona di hadapan Savina.
“Juffrouw. Saya antarkan ke meja judi kalian. Sebentar lagi akan dimulai,” ajak laki-laki yang mengatur pesanan kami.