Rerimbunan pohon menghijau di sekitar gedung Karesidenan Batavia. Berayun dibelai lembut hembus angin. Rerumputan kerdil pun ikut terhuyung-huyung.
Sekumpulan awan bergumpal kelabu berarak lambat. Membuat matahari tersembunyi malu di balik awan. Tanpa kehadirannya suasana menjelang siang terasa sejuk dan lumayan dingin.
Namun sejuknya udara rupanya tak sanggup dinikmati sempurna oleh seorang laki-laki paruh baya. Duduknya gelisah di ruang tamu. Sejak kakinya menjejak lantai gedung, wajahnya semakin layu lesu.
“Mijneer Anthonie,” panggil seorang laki-laki dari arah pintu, suara berat itu membuat Anthonie tergagap gelisah. Oh, Mijnheer Ijsbrand, ucap lirih Anthonie, tangannya gemetar berjabat dengan pejabat Karesidenan Batavia itu.
“Maaf menunggu lama Mijneer Anthonie. Tuan Residen masih rapat dengan para pimpinan veiligheidspolitie. Tapi sebentar lagi selesai,” terang Ijsbrand.
Anthonie tertahan nafasnya, mengkerut dahinya. Ada urusan apa lagi petinggi veiligheidspolitie Batavia dipanggil Tuan Resident? Seru Anthonie dalam hati, perasaannya semakin kalut tak karuan.
Dua hari lalu ia sempat bertemu salah satu pimpinan veiligheidspolitie Batavia. Wajahnya murung seperti tak ada gairah hidup. Kabar yang berhembus kalau para pimpinan veiligheidspolitie kena murka Tuan Resident lantaran kasus pembunuhan di gedung Harmonie. Malah ada petinggi veiligheidspolitie yang dicopot jabatannya.