Hanz melangkah lamban memasuki halaman gedung Harmonie. Berbalut perasaan malas, bermendung hatinya. Langkahnya tertatih letih, tak menghendaki ingin ke pesta. Kalau bukan lantaran ia anggota Societeit de Harmonie tak sudi malam ini ia menjejakkan kakinya.
Yang menguatkan hatinya untuk datang hanyalah Luise, kekasihnya. Sudah seminggu ia tak berjumpa kekasihnya lantaran ia harus mengurusi persiapan pameran lukisan.
Malam ini Hanz ingin menyembuhkan lelah batinnya, mengobati kerinduannya. Hanz menghela nafas panjang, menguatkan hati, lantas berjalan tenang memasuki gedung Harmonie. Tak lupa ia paksa untuk menyunggingkan senyum, menyambut teman-temannya di gedung Harmonie.
Tidak seperti biasa, malam ini gedung Harmonie nampak lebih ramai. Berlipat tamunya dari hari biasa. Membuat Hanz sedikit risih melihatnya. Semakin kesal saat ia mendapati orang-orang berlagak seperti biasa, tertawa, cengengesan, sahut menyahut, seperti tidak terjadi apa-apa. Padahal belum lama di sini terjadi pembunuhan. Apa orang-orang ini sudah mati rasa? Melupakan semuanya? Gerutu Hanz dalam hati.
“Hanz,” seru seorang perempuan dari belakang. Suara itu membuat hati seorang Hanz tergetar hebat. Ia segera berbalik, mendapati Luise kekasihnya berjalan menghampirinya. Ia tersenyum indah dengan balutan gaun merah muda mewah menawan. Hanz mencium mesra Luise, mendekap erat tubuhnya. “Aku sangat merindukanmu,” ucap Hanz. Matanya disesaki cinta pada perempuan muda itu.
“Aku pun merasakan kerinduan padamu Hanz.” Senyum manja Luise memudarkan lelah hatinya. “Sejak kejadian itu aku dilarang keluar rumah oleh Papa.”
“Itu untuk kebaikanmu juga. Aku juga mengkhawatirkanmu.”
“Terimakasih Hanz.”
“Kau datang bersama Papa dan Mama?”
“Ah iya, aku sampai lupa. Ayo ikut aku. Papa ingin bertemu denganmu.” Tangannya digandeng Luise berjalan melewati orang-orang siap menyambut gemerlap pesta.