Dahlia Merah di Penghujung Abad

tuhu
Chapter #92

9

Kedua mata Babah Han tak berkedip memelototi setiap kotak kayu bertumpuk rapi yang berjumlah ribuan lebih. Redupnya cahaya lampu tak menghalanginya memastikan setiap pak berisi opium siap dikirim ke sejumlah daerah di Jawa dan luar Jawa. Kalau ada pak opium tak sesuai timbangannya, Baba Han cukup berteriak melengking. Para buruh pasti tergopoh-gopoh membetulkannya.

Tiba-tiba saja kerjaannya terusik lantaran seorang buruh laki-laki berjalan ragu menghampirinya. “Bah, Meneer Klemens datang, ingin bertemu Babah,” ucap laki-laki itu.

Seperti biasa, Bahah Han nampak acuh, tak mau kerjaannya diganggu. Laki-laki itu nampak gelisah. Sebenarnya ia tahu majikannya tak bisa diusik saat kerja, namun tamunya harus segera ditemui. Terpaksa ia mengatakan sekali lagi.

“Suruh orang-orang itu menunggu. Kalau tidak mau usir saja. Jangan ganggu kerjaku. Ngerti?” seru Babah Han. Suaranya melengking memantul-mantul di didinding gudang. Para buruh yang tengah bekerja terdiam sesaat.

“Tapi, mereka suruhan Meneer Christoffel, Bah.”

“Aku tak peduli dengan Christoffel atau siapa pun. Selama aku belum selesai dengan kerjaanku jangan ada yang ganggu-ganggu,” ujarnya sengit. Matanya membelalak lantaran marah. Buruh laki-laki itu berjalan tergopoh lemas meninggalkan gudang.

Cukup lama menunggu akhirnya Babah Han muncul di ruang tamu. Membawa sisa raut jengkel. Semakin muak saat memandangi tamunya, tiga laki-laki Eropa. Gurat wajah mereka lebih memberengut kecut.

“Ada apa kalian datang ke sini lagi?”

Meneer Christoffel minta tambah seratus pak untuk dikirim ke Madiun,” seru Klemens. Nafasnya naik turun menahan gemuruh gondok.

“Apa? Minta seratus pak opium lagi?” teriak Babah Han terbelalak kaget. “Seenaknya saja kalian minta padaku. Padahal harga beli kalian tidak masuk akal. Merusak jualanku. Bilang sama atasanmu, aku tak sudi.”

Lihat selengkapnya