Saat kedua bola matanya perlahan membuka. Savina menatap langit-langit bergenteng coklat kehitaman. Seiring pulih kesadarannya ia mulai melihat sekelilingnya. Ruangan sempit berdinding kayu.
Di mana aku? Itu kata pertama terucap dari mulutnya. Yang membuatnya sangat panik, saat tersadar kedua tangan serta kakinya terikat erat. Tubuhnya sama sekali tak bisa bergerak.
Savina mencoba memeras sisa-sisa ingatan tentang apa yang terjadi sebelumnya. Alangkah tercengangnya saat ia tahu tubuhnya masih berbalut gaun pesta perjamuan makan di rumah Wakil Resident Batavia.
Ingatannya mampat. Belum menemukan jawaban apa pun atas keadaan menimpanya sekarang, tiba-tiba telinganya mendengar sayup langkah kaki berdetak disertai suara derit lantai kayu. Saat pintu perlahan dibuka ia mendengar suara pintu dikunci rapat. Membangkitkan degub takut jantungnya.
Sosok perempuan berambut pirang berjubah hitam berjalan menghampirinya, lantas duduk di kursi kayu dekat ranjang. Melihat wajah perempuan itu Savina terbengong lama. Pikirannya bekerja cepat mengingat rupa perempuan itu lantaran ia pernah melihatnya.
“Rupanya Juffrouw Savina si perempuan cantik kaya raya sudah bangun.”
Mata dan mulut Savina masih membeku melihat perempuan itu. “Kenapa Juffrouw? Tak mengenaliku sama sekali? Bukankah pernah bertemu denganku?” perempuan itu lantas membuka tirai dan jendela.