Musim dingin.
Kota Rotterdam
Butir-butir salju jatuh perlahan. Menutupi permukaan jalan-jalan di kota Rotterdam. Menyelimuti pepohonan sepanjang jalan. Menudungi atap-atap rumah.
Hembusan angin kesunyian hadir di setiap sudut kota Rotterdam kala turun salju lebat. Hanya sesekali kereta kuda lewat di jalan seberang toko bunga.
Dari arah barat, seorang perempuan berjalan tergopoh-gopoh lantaran dinginnya udara di luar. Ia berhenti di depan toko bunga. Lantas buru-buru membuka pintu, menuju ke dapur memanaskan air, menghidupkan tungku untuk memanaskan tubuhnya.
Hari itu ia hendak menyeduh teh. Ia mendapatkan dari temanya usai pulang dari Bandung. Saat mulutnya siap menyeruput panasnya teh, tiba-tiba ia mendengar seseorang mengetuk pintu. Ia bergegas membukanya.
“Juffrouw Arienne?” tanya laki-laki bermantel tebal. Bibirnya gemetar kedinginan.
“Iya benar.”
“Ada surat untukmu.” Laki-laki itu menyerahkan sepucuk surat lantas bergegas pergi. Arienne masuk menggenggam surat cukup tebal.
Dahinya sedikit berkerut melihat surat beramplop coklat muda. Prangko surat bergambar sebuah istana megah bertuliskan Nederlandsch-Indie. Perlahan Arienne membuka surat itu, perasaannya bergemuruh hebat.