“Seketika engkau masih hangat membungkam di balik selimut, sebenarnya aku telah bergegas untuk menjemput aktivitas sehari-hariku. Aku senatiasa menitipkan segala-galanya pada para pekerja rumah tangga agar senantiasa menjagamu di setiap hembusan nafas yang ada pada dirimu.”
Sebenarnya itu hanyalah sepenggal pesan yang ibu mereka tinggalkan sebelum maut itu memisahkan mereka dan segala seisi dunia ini. Sebuah firasat menjelang kepergian ibu mereka yang menulis kata-kata itu di buku hariannya.
Kecelakaan nahas itu benar-benar merenggut nyawa ibu mereka. Mobil yang ditumpangi ibu mereka terjungkal di derasnya arus aspal dalam sebuah kecelakan tunggal.
Kematian yang benar-benar tak diharapkan itu seketika memaksa ibu mereka meninggalkan mereka semua.
Seketika suasana rumah jadi meraung, tangisan Dai, Doa, tangisan ayah mereka dan famili menyatu di rumah duka ini.
Di rumah itu, ribuan karangan bunga mendadak memenuhi ruang halamannya yang cukup luas. Segala lapisan karyawan induk cabang maupun anak cabang yang ada di wilayah ini serta dari semua lembaga yang terkait tempat perusahaan yang dimiliki ayah mereka yang menjalin kerjasama.
Kehilangan ibu adalah pukulan terberat bagi Doa dan Dai. Mereka tak percaya dengan kepergian sosok yang mereka cintai itu, Doa meronta dan Dai menggelinjang saat jenazah ibunya terbujur kaku di ruang tengah. Para pekerja di rumah tak mampu membendung kekuatan emosi yang tengah menguasai mereka.
Tak lama setelah kehilangan ibu, Dai menemukan wanita yang mengisi hari-harinya. Rahmania benar-benar dianggap sebagai pengganti ibunya yang telah tiada sekaligus sebagai kekasih hatinya.
Rahmania selalu menguatkan hatinya yang meranggas di setiap kesempatan, saat itu hatinya yang benar-benar hampa ditinggal ibu terisi kembali oleh kehadiran gadis cantik yang bernama Rahmania.
Namun apa lacur, di saat cinta Dai menapaki puncak tertinggi terhadap Rahmania, saat itulah masalah besar menghadang.
Masalah yang tak mampu digenggam oleh Dai, di luar kekuasaaan siapapun di rumahnya. Termasuk kekayaan harta Ayahnya yang melimpah ruah.
Oleh alasan persaingan bisnis antara orang tua Dai dan orangtua Rahmania, dan kerjasama mereka yang terputus berubah menjadi persaingan.
Akibatnya, hubungan percintaan Rahmania dengan Dai dipisahkan sepihak oleh orangtua Rahmania.
Rahmania akhirnya dijodohkan dengan seorang pengusaha yang menjalin hubungan kerjasama perusahaan dengan ayahnya.
Inilah yang menjadi pukulan terberat kedua bagi Dai setalah kematian Ibunya. Perpisahannya dengan Rahmania membuat hidupnya benar-benar goyang. Beban hidupnya terasa berlipat ganda.
***
Pusara Neni Trianda Binti Abdul Salam. Doa dan ayahnya hanya bisa bersimpuh di hadapan makam yang sudah berusia tujuh tahun itu. Air mata Doa tampak mengalir mengiringi lantunan ayat suci Al- Quran yang dibacakan oleh Ustad Fatah. Di sebelahnya, Pak Indra nampak tegar walaupun di balik kaca mata hitammya nampak raut kesedihan.
Tujuh tahun bukan waktu yang singkat semenjak kepergian ibu dari kedua anak kembarnya. Kecintaannya pada Almarhumah istrinya tidak mudah membuatnya mengambil keputusan untuk menikah lagi.
Sebagai duda yang masih muda dan kaya raya tidak jarang banyak wanita yang mencoba menghampirinya, namun pembuktian begitu cintanya ia pada istrinya, membuat segalanya mental di tengah jalan.
Makam itu cukup mewah dan tinggi dibanding makam-makam lain pada umumnya. Sejajar dengan makam-makam pesohor tanah air yang dikubur di tempat pemakaman yang sama.
Makam yang selalu ia kunjungi berjam-jam lamanya setelah mendiang istrinya dikubur dulu. Di saat kesibukannya memuncak sebagai pemilik hotel, makam selalu ia datangi setiap hari tanpa sepengetahuan anak-anaknya.