Daijoubu?

Kinarian
Chapter #3

Berita Menggemparkan

Arlen masih tak habis pikir mengapa hidupnya belakangan ini selalu disangkutpautkan dengan Ferdi. Cowok yang jelas-jelas tidak begitu Arlen perhatikan selama satu semester kemarin, tetapi mendadak menjadi nama yang terus muncul di kepala Arlen. Surat yang Putra titipkan siang tadi menjadi tanda tanya besar yang entah kepada siapa Arlen harus meminta jawabannya. Seumur-umur mendapat surat, baru kali ini dia dibuat bingung.

“Kenapa lo nggak telepon si Ferdi aja? Habis itu, kelar urusan,” celetuk Cica yang masih asyik menonton YouTube. Sejak sore, Arlen mengajaknya ke rumah agar bisa menjadi kotak sampah saat sumpah serapahnya keluar.

“Sial banget gue ini, Ca! Gue nggak punya kontaknya dia,” desah Arlen mengacak rambutnya frustrasi, lalu menjatuhkan diri ke tempat tidur dengan posisi wajah tenggelam pada bantal.

“Ya kan ada grup kelas. Lo bisa nyari kontaknya di sana.” Cica masih berusaha memberikan solusi pada Arlen, padahal solusinya tidak membantu sama sekali.

“Ferdi left dari kemarin. Emangnya lo nggak tau?” Arlen meniup rambut yang menutupi matanya. “Lagi pula, kenapa harus lewat gue, coba? Kan Kak Putra bisa ngasih langsung ke Bu Sekar. Aneh nggak sih, Ca?”

“Iya juga, sih. Muka Ferdi sama Kak Putra juga hampir mirip, ya. Nyadar nggak sih, Len?” Cica duduk di samping Arlen yang masih merebahkan diri dengan tatapan mengarah ke langit-langit.

“Bodo amatlah, Ca. Gue nggak mikirin kenapa mukanya bisa mirip sama Kak Putra. Gue pusing, mana besok kita harus rapat pengurus buat acara pensi nanti.” Rasanya kepala Arlen akan meledak karena terus menggaungkan nama Ferdi.

“Oh ya, lo tau nggak, Ca? Tadi Kak Putra juga bilang kalo Ferdi selalu berpikir dia itu pembunuh. Ngeri nggak, sih?”

“Masa iya?”

“Beneran. Masa gue ngarang!”

“Kalo menurut gue, mungkin Kak Putra cuma pake majas aja itu, melebih-lebihkan. Terus kayakanya si Ferdi pengen bikin lo merasa bersalah karena udah bilang dia kriminal, sampe akhirnya lo mohon-mohon minta maaf sama dia, deh.”

 “Tapi waktu itu dia bilang sama Bu Sekar kalo dia kurang enak badan. Bisa aja sakitnya keterusan, Ca.” Arlen memejamkan mata, membayangkan andai saja hari itu bisa lebih menyaring ucapannya, mungkin Ferdi akan kembali ke sekolah tanpa harus menitipkan surat.

“Ha? Ya ampun, Len!” Tiba-tiba Cica memekik dengan tatapan tertuju pada layar handphone.

“Apa sih, teriak-teriak segala? Bikin gue kaget aja,” cebik Arlen. Selain pelupa, Cica juga hobi berteriak-teriak tidak jelas.

“Buruan buka grup kelas! Mana handphone lo?” tanya Cica, memuarakan pandangan mencari benda pipih hitam milik Arlen.

“Ada apaan? Tuh, handphone gue lagi di-charger. Udah deh, mukanya biasa aja, nggak usah dibikin jelek begitu, Ca.”

“Malah ketawa, lo! Gue seriusan, ini.” Tentu Cica kesal karena Arlen tak memahami ekspresi wajahnya yang terkejut setengah mati saat mendapat berita dari Siska.

Melihat reaksi Cica, akhirnya Arlen menarik diri dari tempat tidur menuju nakas di samping ranjang. Baterai handphone-nya masih belum full, tetapi apalah daya kalau Cica sudah mendesak agar Arlen segera mengecek grup kelas.

Siska

Oi! Lo semua mesti tau. Siswa di sekolah kita ada yang meninggal!

Jasadnya ditemuin di pohon.

Cica

Serius, Sis?

Hati-hati lu kalo ngasih info.

Randi

Ratu gosip emang agak laen

Siska

Lah, mana ada gue gosip, Ran. Gue juga masih waras, kali. Ini seriusan!!

Gue serius, Ca. ini aja gue masih tremor denger infonya.

“Ca, kok bisa? Ini hoaks nggak?” Baru saja membuka WhatsApp, Arlen sudah dikejutkan dengan kabar tersebut.

Lihat selengkapnya