Daijoubu?

Kinarian
Chapter #8

Runtuh

Dimas tertunduk melihat kondisi Ferdi yang lagi-lagi harus terbaring di rumah sakit. Adik sahabatnya itu memang semakin sulit dikendalikan dan bisa tiba-tiba mengamuk sambil menyakiti diri sendiri. Dimas sudah sangat hafal bagaimana kebiasaan Ferdi melakukan self-harm. Jika tidak membenturkan kepala ke tembok, Ferdi akan melukai anggota tubuhnya dengan benda tajam, seperti silet.

Saat Putra menghubunginya tadi, Dimas sudah menduga akhirnya akan kembali seperti ini. Tak terhitung kali keberapa Ferdi harus keluar masuk rumah sakit hanya karena tingkahnya sendiri. Tadinya Dimas pikir perbincangan dengan Ferdi tempo hari akan sedikit mengubah keadaan. Akan tetapi, lihatlah saat ini. Dimas harus melihat Ferdi di brankar dengan perban di kepala, sedangkan Putra masih tertunduk di samping Ferdi. Kakak beradik itu saling membisu satu sama lain, seolah dua asing yang tak ada kebutuhan apa-apa.

“Lo pulang sama Dimas. Gue mau urus adminnya dulu.” Putra hendak beranjak, tetapi suara pintu terbuka membuatnya terpaku seketika. Bukan hanya Putra, Ferdi dan Dimas pun ikut membatu melihat siapa gerangan yang datang dengan memasang ekspresi cemas itu.

“Arlen?” ucap Ferdi spontan. Arlen yang masih berdiri di ambang pintu pun perlahan mendekat ke arah Ferdi, diikuti oleh Cica. “Lo ngapain di–”

Bug!

Sebuah pukulan yang berhasil mendarat di lengan Ferdi terdengar cukup keras. “Kenapa lo hobi bikin gue semakin merasa bersalah gini, Fer? Apa belum cukup, semua kekacauan yang lo bikin selama ini? Terus kenapa lo sekarang malah nyakitin diri sendiri? Apa ini cara lo buat hukum gue karena udah bikin satu sekolah geger dan nuduh lo sebagai pembunuh?” Suara Arlen sedikit bergetar menahan tangis. Entah apa yang mendorongnya sampai mengatakan hal seperti itu di hadapan Putra, Dimas, dan Cica.

“Udah, cukup! Berhenti bertindak bodoh dengan menyalahkan diri sendiri dan nyiksa diri sendiri kayak gini! Harusnya lo–” Suara Arlen terputus dengan mata membelalak saat Ferdi merengkuhnya ke dalam pelukan. Kata-kata Arlen tersekat di kerongkongan, tak bisa meluncur bebas seperti tadi.

“Lo bebas mau maki-maki gue kayak gimana pun. Tapi gue seneng karena gue bisa lihat lo di sini,” bisik Ferdi, semakin membuat Arlen bungkam seribu bahasa. Sikap Ferdi yang tiba-tiba memeluknya memang di luar perkiraan. Bagaimana bisa seorang cowok seperti Ferdi tiba-tiba mengatakan hal semacam ini.

Sementara itu, tiga orang lainnya saling menatap satu sama lain dengan ekspresi bingung, terlebih lagi Putra. Cowok itu berdiri, lantas berlalu meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata pun. Menyadari kepergian Putra, Ferdi segera melepaskan Arlen dari dekapannya dan mendesah kasar.

“Len, kok lo ada di sini?” tanya Dimas, berusaha mencairkan keheningan di ruangan itu.

“Dia yang ngajak.” Arlen menunjuk Cica yang berdiri beberapa langkah di samping Dimas. Sahabatnya ini memang terkejut ketika Ferdi langsung memeluk Arlen, sampai-sampai kakinya tidak bisa bergerak mendekat.

“Iya, tadi dikasih tau Kak Putra.” Cica bergerak mendekati Arlen yang berdiri di samping Ferdi. Jarak keduanya hanya sekitar dua langkah, benar-benar dekat.

“Lagian lo ngapain sih, nyakitin diri sendiri, Fer? Mau uji kekuatan, lo?” sergah Cica, menatap penuh intimidasi pada Ferdi. Cowok yang ditatapnya itu malah berdecak seraya mengusap wajah. Benturan yang terjadi tadi membuat kepalanya harus diperban karena menimbulkan luka terbuka.

  “Dim, lo urus dua cewek ini, ya. Gue mau samperin Putra.” Ferdi turun dari brankar dengan wajah tanpa rasa bersalah sama sekali, padahal di hadapannya ada dua cewek yang membelalak melihat tingkah menyebalkannya itu.

Lho? Kok gue?” Dimas menunjuk dirinya seperti orang bodoh. Dia tidak mengerti mengapa adik sahabatnya itu selalu bertingkah semaunya sendiri tanpa memikirkan orang lain.

Mau diberi pertanyaan apa pun, nyatanya Ferdi tetap berlalu meninggalkan ruangan itu. Selepas kepergiannya, Dimas mengacak rambut kesal karena lagi-lagi menjadi korban. “Kalian seharusnya nggak usah ke sini. Noh, lihat, yang lo khawatirin malah lempeng-lempeng aja, Len.”

Kali ini giliran Arlen yang dibuat melongo. “Kok aku? Aku ke sini gara-gara diajakin Cica,” tuduhnya, menyenggol lengan Cica.

“Ah, udah, deh. Semuanya salah gue. Udah, kita balik aja yuk, Len. Nyesel gue peduli sama si Ferdi. Dasar manusia batu!” umpatnya, menarik lengan Arlen hingga keluar ruangan dan hanya menyisakan Dimas dalam kebekuan.

“Begini banget lingkaran pertemanan gue. Rumit!” desah Dimas.

Lihat selengkapnya