Daijoubu?

Kinarian
Chapter #10

Beban dan Masa Silam

Tidak ada yang berbeda dengan malam Arlen. Selesai mengerjakan tugas sekolah, dia harus memeriksa beberapa pekerjaan OSIS yang belum sempat diselesaikan. Proposal yang diberikan oleh Dita pagi tadi juga baru sempat Arlen cek sekarang. Akhir-akhir ini, kegiatannya memang terbilang begitu padat, sampai-sampai harus membawa tugas OSIS ke rumah. Sejenak Arlen bergeming di sela memeriksa proposal yang harus ditandatanganinya. Dia kembali teringat pada obrolannya dengan Adi di belakang sekolah, terlebih mengenai kedekatan Ferdi dan Gustam.

“Duh, enggak! Ngapain sih, inget Ferdi? Fokus, Len! Biar lo enggak perlu begadang buat kelarin semuanya. Bisa-bisa lo kesiangan, Len!” oceh Arlen menggeleng berulang-ulang. Bagaimanapun caranya, dia tidak ingin menyusahkan diri sendiri hanya dengan memikirkan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan Ferdi.

“Len?” panggil seseorang, membuat Arlen terkesiap dan mendongak.

“Ya ampun, Ma. Bikin kaget aja. Ada apa, Ma?”Arlen mendesah melihat mamanya yang tengah berdiri di pintu kamar.

“Ini, pesanan makanan kamu udah datang. Kamu kok enggak ajak-ajak Mama, mau pesan makanan? Kalo tau gitu, Mama juga mau titip.” Bu Vina melenggang masuk membawa bungkusan putih berisi makanan.

Arlen menatap Bu Vina dan bungkusan itu secara bergantian. “Makanan? Arlen nggak pesan kok, Ma.”

“Jangan bercanda, ah. Kalo kamu nggak pesan, terus kenapa ini makanan tiba-tiba dianterin ke sini?” ucap wanita paruh baya itu seraya menaruh bungkusan di dekat Arlen.

“Beneran, Ma. Buang aja, Ma! Takutnya itu kiriman dari orang yang mau ngeracunin aku kayak kasus yang viral itu, lho.” Bungkusan yang baru saja disimpan oleh mamanya sedikit dijauhkan oleh Arlen.

“Hus! Enggak baik suuzan gitu sama orang. Ayo diingat-ingat lagi atau dicek aplikasinya. Siapa tau karena keasyikan ngerjain tugas, kamu jadi lupa.”

Arlen pun berdiri untuk mengambil handphone-nya di bawah bantal. Baru saja membuka pola layar, dia sudah mendapatkan kejutan WhatsApp dari Ferdi.

+6281394……

Gue enggak tau lo suka makanan apaan. Jadi, gue kirimin dimsum aja. Nggak usah geer dulu, Len! Gue kirim itu sebagai tanda terima kasih karena tadi pagi lo udah ngelakuin hal gila di depan anak-anak demi gue.

Ah, ralat! Bukan demi gue. Tapi demi nama baik lo sendiri. Kalo lo nggak doyan, kasih sama nyokap lo aja. Nggak ada racunnya, kok. Gini-gini gue masih waras buat bunuh lo pake cara gila begitu.

“Itu dari Ferdi, Ma.”

“Ferdi yang waktu itu nyasar ke sini? Yang kamu bilang harus dibantu?” Bu Vina harus memastikan kalau pendengarannya masih berfungsi dengan baik.

Arlen mengangguk dengan posisi masih berdiri di dekat tempat tidur. “Isinya dimsum. Mama makan aja, soalnya Arlen udah kenyang.”

“Kok gitu? Ini Ferdi ngasih buat kamu, lho. Perhatian juga dia, ya. Jangan-jangan ....”

“Ma, Arlen mau ngerjain tugas dulu. Nggak apa-apa kan, kalo Arlen minta ditinggal? Sekalian bawa aja makanannya,” pinta Arlen, sebelum membiarkan mamanya semakin berpikiran yang tidak-tidak mengenai hubungannya dengan Ferdi.

Bu Vina tersenyum, mengerti kalau anak gadisnya tidak ingin membahas Ferdi. “Ya udah, Mama ke bawah, ya. Kalo kamu butuh apa-apa, panggil Mama aja.” Seulas senyum dan sebuah kecupan sebagai penanda akhir obrolan pun diberikan. Bu Vina tahu, semakin hari anak perempuannya semakin tumbuh dewasa dan kalaupun perkiraannya tentang Ferdi itu benar, dia cukup memakluminya.

“Selamat istirahat, Ma,” ucap Arlen, melepaskan pelukan mereka. Setelah memastikan mamanya benar-benar turun, Arlen langsung menghubungi Ferdi.

“Halo?” katanya dengan kesal.

Lihat selengkapnya