Daijoubu?

Kinarian
Chapter #21

Dialog Tak Berguna

Dua puluh menit lalu, azan Magrib baru saja berkumandang, tetapi langkah sosok itu terlihat terburu-buru menuju garasi. Kesehatannya yang sedang kurang baik ternyata tak membuatnya beristirahat tenang melewati hari ini. Arlen sudah berusaha menghubungi Ferdi berkali-kali, tetapi jawabannya tetap nihil. Sejak Ferdi berpamitan, Arlen sudah merasa ada yang Ferdi sembunyikan darinya. Hal buruknya, Arlen takut Ferdi nekat melakukan self-harm demi melampiaskan semua perasaan yang ada di dalam hatinya.

“Arlen, mau ke mana? Kamu kan lagi sakit,” tanya Bu Vina yang baru saja pulang dari rumah sakit. Matanya meneliti penampilan Arlen yang mengenakan jaket dan celana tidur.

“Arlen mau ke rumah Ferdi, Ma.” Arlen menyahut tanpa mengalihkan pandangan ke arah Bu Vina. Pandangan gadis itu terus tertuju pada handphone yang menunjukkan deretan kontak WhatsApp. Arlen sedang mencari kontak Cica untuk memintanya menemani ke rumah Ferdi.

Kening Bu Vina mengernyit. “Kenapa malam-malam? Besok kan bisa ketemu di sekolah.”

Arlen menarik napas untuk menenangkan degup jantung yang berulah pada saat dirinya sedang dilanda panik setengah mati. “Nggak bisa, Ma. Arlen harus ketemu Ferdi sekarang.” Motor automatik hitam milik Arlen sudah berpindah tempat ke luar garasi. Bu Vina semakin khawatir melihat tingkah anak gadisnya yang kentara panik.

“Biar Mama temenin, ya.” Baru saja Bu Vina hendak masuk ke mobil lagi, tetapi Arlen berhasil mencekal lengannya.

“Mama istirahat aja. Arlen janji, nggak akan pulang terlalu malam. Arlen udah sehat, kok, Ma. Tadi siang Ferdi ke sini, bawain es degan. Nanti kalo ada apa-apa, Arlen pasti kasih tau Mama.”

“Kamu yakin?”

Arlen mengangguk. “Percaya sama Arlen, ya. Semoga nggak ada sesuatu yang buruk.”

Seulas senyum tersungging dari sudut bibir Arlen, lalu suara motor yang dinyalakan menjadi pengakhir obrolannya dengan Bu Vina. Perlahan motornya bergerak menjauhi halaman rumah, menyisakan rasa cemas di hati Bu Vina.

Perjalanan Arlen malam ini diiringi genangan air mata yang siap terjatuh dari wadahnya. Sepanjang mengendarai motor seorang diri, Arlen terngiang-ngiang pesan suara dari Putra yang membuatnya langsung melepas mukena dan menyambar kunci motor. Putra bilang, sejak pulang sore tadi Ferdi tidak keluar kamar, bahkan kamarnya terkesan kosong.

“Gue nggak bakal maafin lo, kalo lo self-harm lagi, Fer!” Arlen bermonolog seraya menambah kecepatan motornya.

Sekitar lima belas menit, motor Arlen sudah sampai di depan rumah Cica. Tadinya Cica juga berniat langsung ke rumah Arlen setelah menjenguk Dita, tetapi ban motornya pecah hingga dia memutuskan pulang saja dan meminta maaf karena belum bisa menjenguk Arlen.

“Len! Lo udah sehat?” Cica berlari dari arah pintu menuju ke motor Arlen.

“Udah. Cepetan, kita harus ke rumah Ferdi sekarang juga!” ungkap Arlen tanpa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, karena sangat buru-buru. Cica pun duduk di belakang dan mengenakan helm yang diberikan oleh Arlen. Dalam hitungan detik, motor Arlen kembali bergerak menuju tujuan utama.

Angin berembus cukup kencang, ditambah kecepatan motor yang Arlen kendarai tak tanggung-tanggung lagi. Jantung Cica seperti akan melompat dari tempatnya setiap kali motor yang ditumpangi beradu dengan polisi tidur. Dari spion kiri, Cica bisa melihat wajah Arlen sangat serius, sampai-sampai dia tidak berani memprotes atau bertanya banyak hal.

Untung saja jarak rumah Ferdi tidak begitu jauh sehingga Cica tak perlu terlalu lama menahan ledakan rasa takut di dalam hatinya. Arlen benar-benar seperti seorang pembalap wanita yang sedang bertaruh kemenangan di lintasan balap.

Lihat selengkapnya