Daijoubu?

Kinarian
Chapter #22

Menyudahi atau Disudahi

Suasana di sekolah terasa sangat berbeda. Arlen dan Cica datang bersama, meskipun keduanya sama-sama tidak banyak berbicara. Kejadian semalam memang sangat mengejutkan. Tak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi kalau saja Putra maupun Ferdi nekat menggunakan pisau dapur itu untuk menghabisi nyawa mereka sendiri. Sama halnya dengan Arlen, Cica pun masih sangat terkejut karena baru kali ini mengetahui apa yang terjadi pada Ferdi sesungguhnya.

Semalam setelah Ferdi dan Putra bisa ditenangkan oleh Dimas, Arlen akhirnya bercerita kepada Cica mengenai keadaan Ferdi sesungguhnya. Ferdi yang selama ini Cica lihat sebagai manusia paling menyebalkan yang tidak ingin bersedekah suara kepadanya, ternyata sedang mati-matian menahan rasa sakit yang mungkin tidak akan pernah bisa dimengerti oleh banyak orang. Ada rasa sesal di hati Cica karena sempat menganggap Ferdi seburuk itu, padahal tanpa dia ketahui, Ferdi hanya sedang berusaha terlihat baik-baik saja.

“Ya ampun, lo berdua kenapa pagi-pagi mukanya kusut banget.” Siska si ratu gosip menatap Arlen dan Cica bergantian. “Kalian lagi berantem, tah?” tanyanya lagi.

Cica menarik napas sambil memejamkan mata, kemudian menatap Siska cukup serius. “Bisa enggak, lo pagi-pagi nggak usah bikin perkara sama gue? Mending lo minggat dari hadapan gue sekarang juga.”

Berbeda dengan Cica yang masih sempat meladeni keusilan Siska, Arlen hanya mengamati dalam diam. Seisi pikirannya masih dikuasai oleh sosok yang baru saja datang dengan tangan kanan diperban karena terkena pecahan lampu belajar yang dilemparkan semalam.

Sejenak pandangan Arlen dan Ferdi bertemu, tetapi Ferdi mengakhiri tatapan mereka lebih dulu. Cowok itu duduk di tempatnya seperti biasa, lalu mengeluarkan buku paket Bahasa Indonesia. Hari ini memang ada jadwal Bahasa Indonesia yang diampu oleh Bu Kia.

“Eh, semalem gue lihat lo sama Arlen keluar dari rumah Ferdi. Hayo, habis ngapain?” Pertanyaan yang keluar dari mulut Siska seketika menarik perhatian siswa yang sudah ada di kelas. Tidak terkecuali Ferdi, sang pemeran utama yang juga disebut-sebut.

“Sis, tolong banget lo mending duduk di meja lo, gih. Bentaran lagi Bu Kia masuk. Tuh, udah bel.” Arlen mencoba menyembunyikan rasa kesal terhadap Siska yang sudah berani membuat paginya semakin buruk saja.

Siska mendesah. “Ya udah, sih, kalo emang nggak mau ngasih tau.” Setelahnya, dia benar-benar kembali ke tempat duduknya. Tak sampai sepuluh menit berselang, Bu Kia masuk kelas untuk memulai pelajaran.

***

“Arlen!” teriak Adi menghampiri Arlen ke kelas. Otomatis pandangan Cica dan Ferdi yang juga ada di sana langsung tertuju ke arah pintu.

Cica menatap Arlen, kemudian bertanya, “Ngapain dia ke sini? Bukannya Ferdi ngamuk gara-gara dia sama Dita?” Cica menatap kesal, teringat kembali cerita Arlen semalam mengenai perlakuan Dita kepada Gustam, sehingga mengakibatkan Ferdi seliar semalam. Cica juga tidak berminat bertemu dengan Adi yang jelas-jelas payah karena tidak bisa membujuk Dita untuk menerima kenyataan sebagai saudara tiri Gustam.

“Gue sengaja chat dia buat omongin yang semalam. Gue mau Ferdi sama Dita ketemu, Ca. Biar mereka bisa saling melepaskan semua perasaan yang mereka pendam selama ini.” Ada kesungguhan di mata Arlen, walaupun ucapannya ini jelas-jelas mengejutkan bagi Cica.

“Lo gila? Kalo si Ferdi ngamuk lagi, gimana? Gue nggak bisa bayangin dia ngamuk-ngamuk kayak semalam, sampai hampir saling celakain sama Kak Putra.” Cica sedikit berbisik agar dua orang teman yang sedang mengobrol di samping mereka tidak mendengar.

Arlen menepuk pundak Cica dua kali, lantas berdiri menemui Adi yang setia menunggunya di depan pintu. Sesekali Adi saling sapa dengan teman-teman Arlen, karena tidak dimungkiri cowok yang satu itu sangat ramah kepada siapa pun.

Saat melewati meja tempat Ferdi berada, Arlen pura-pura membenarkan tali sepatu hanya untuk berkata, “Gue harap, setelah ini lo baik-baik aja, Fer.” Ferdi mengerti, Arlen sengaja berpura-pura karena tak ingin orang lain mengetahui kedekatan mereka, apalagi sampai menyoroti kejadian semalam di rumahnya.

“Ada apa, Len? Kok tumbenan nyuruh gue ke kelas lo?” Adi mengamati wajah Arlen yang kini hanya berjarak beberapa langkah di hadapannya. “Itu ... Cica sama Ferdi kok dari tadi natap gue terus, ya? Mana tatapannya nyeremin, lagi. Atau cuma perasaan gue aja?” tanya Adi setelah melongok ke dalam.

“Hari ini Dita masuk nggak?” Tidak ada satu pun pertanyaan Adi yang Arlen jawab. Cewek itu malah langsung membahas ke intinya saja.

Adi sedikit berpikir dan berkata, “Enggak. Dia masih dem–”

“Pulang sekolah, gue sama Ferdi boleh kan, ke rumah lo? Kita mau jenguk Dita,” potong Arlen, seperti tak ingin berlama-lama untuk menyampaikan maksudnya. Dia sudah cukup lelah melihat apa yang Ferdi lakukan.

Kening Adi mengernyit. “Ada apa, sih? Lo nggak mau ngasih tau gue?”

Lihat selengkapnya