Dalam Bayangan Sirosis

Abdisita Sandhyasosi
Chapter #1

Jatuh Sakit

Namaku Annisa Bidadari. Orang-orang biasa memanggilku An.  Siang itu aku merasa tidak enak badan. Setelah urusanku di fakultas psikologi selesai, aku bergegas menuju pintu gerbang kampus selatan Unair. Aku  berdiri   di tepi  jalan Airlangga, menunggu   angkot  jurusan Asem Mulya. Tidak berapa lama kemudian  angkot jurusan Asem Mulya  muncul. Aku melambaikan tangan.  Angkot  berhenti.  Aku naik dan duduk  di  dekat pintu. 

Angkot melaju, membelok ke jalan  Dharmawangsa, melintasi  viaduk  yang membungkuk di atas rel kereta api  stasiun Gubeng, melewati jalan-jalan  protokol membelah  kota Surabaya  tengah.  Beberapa  kali  angkot berhenti  untuk  menaikkan  penumpang. Sampai di depan Tunjungan Plaza berhenti lagi untuk menurunkan penumpang.   

Sepanjang  perjalanan aku banyak menunduk. Aku merasa  leherku  tidak  cukup kuat  untuk menopang  kepalaku. Sehingga mau tak mau aku menyandarkan kepalaku ke kaca jendela angkot. Aku juga merasa mual-mual sehingga aku menjejali mulutku dengan  tisu  agar  air liurku  tidak  meluap.  

Aku berdoa tiada henti. Aku memohon kekuatan   kepada-Nya  agar aku bisa  berjalan  sampai ke  rumah. “Ya  Allah!  Berilah aku kekuatan. Aku tak ingin  ambruk  di jalan. Ya Allah mudahkan aku berjalan sampai ke rumah!”

Setengah  jam  kemudian angkota  menginjak jalan Tidar. Ketika  angkota  hampir  mendekati sebuah gang di kampung  Asem,   aku segera  menekan  bel.  Angkota  berhenti  tepat  di depan gapura gang.  Aku  turun, membayar   ongkos.  Lalu aku berjalan kira-kira seratus meter  menuju  rumahku.  

Dengan  langkah gontai  aku  berusaha  mencapai  rumahku. Jalan  yang  aku lewati  saat itu sepi. Tidak  ada  motor  atau  orang  yang  lewat di jalan di depan rumahku. Suasana di sekitar rumahku pun tampak  lengang.  Sehingga   tidak  ada  orang  yang  menyaksikan  kedatanganku.   Begitu  tiba  di  depan rumahku,   aku  membuang satu genggam kertas tisu yang sudah kotor ke tong sampah. Setelah itu aku membuka pintu pagar dan memasuki halaman rumahku. Aroma tanaman melati yang bunganya telah mekar sempurna menyambut kedatanganku. “Masya Allah harum dan segar.” Aku berseru seketika begitu mencium baunya yang harum. Sejenak harumnya membuat suasana hatiku sedikit membaik.   

“Assalamu  alaikum!” ucapku.  

“Waalaikumsallam.” Ibu menjawab salamku dari dapur. Lalu  aku  bergegas memasuki  kamarku dan menjatuhkan  tubuhku  ke  tempat tidur. Aku langsung memeluk guling sambil memegang tisu. Kira-kira lima menit kemudian.  Ibu  datang ke kamarku dan menghampiri aku.  “Kenapa kamu, An?” tanya Ibu setelah duduk di tepi tempat tidur.

“Mual-mual dan kepalaku pusing, Bu!” Aku berkata sambil mengelap air liurku yang terus-menerus mengalir dengan tisu. 

Ibu memegang dahiku. “Badanmu panas sekali, An. Mungkin kamu masuk angin!”   

Aku memandang Ibu. “Ya, Bu. Mungkin aku masuk angin.”

Lihat selengkapnya