Dalam Bayangan Sirosis

Abdisita Sandhyasosi
Chapter #3

Operasi Usus

Ini  adalah hari ke tiga aku menjalani rawat inap di rumah sakit. Salah satu anggota tim medis menyampaikan kabar bahwa dokter akan mengambil tindakan operasi untuk menambal ususku yang bocor akibat melena. Artinya aku  harus menjalani operasi.  Awalnya hatiku memberontak, tidak mau menerima keputusan itu. Tetapi setelah aku menyadari betapa bekal yang kubawa ke kampung akhirat teramat sedikit dan aku takut masuk neraka maka mau tak  mau aku menjalani operasi agar ada harapan hidup. Meskipun demikian aku merasa seolah-lah kematian sudah di depan mata. Apalagi ketika teringat    firman-Nya dalam surat AL-Anbiya ayat 35 berikut ini,”Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan.”   

Cepat  atau  lambat, kematian  pasti menghampiriku. Dia Yang Maha Hidup berfirman dalam surat Al-jumuah ayat 62., “Katakanlah, sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, ia pasti akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), Yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. ”  

Dalam  situasi  genting  seperti  itu, aku  melihat  bibir komat kamit tiada henti. Bibir  yang  bergerak-gerak  itu  milik  seorang  perempuan  paro  baya  yang   aku panggil  Ibu.  Ya perempuan yang melahirkan aku. Ia berdoa tak kenal lelah. Ia memohon kepada-Nya agar Allah memberiku kesembuhan.  Suaranya  lirih  sekali.  Hampir-hampir aku  tak bisa   mendengarnya. 

Jantungku berdegup semakin kencang. Tiba-tiba  Nenek Kha muncul di ruang imajinasiku. “Hai Annisa! Apakah kamu ingat isi ceramah ustadz Fauzi di pengajian Tawakal?” tanya Nenek Kha kepadaku.

“Ceramah yang mana? Bukankah ceramahnya banyak sekali.’ 

“Ceramah tentang  bagaimana sikap kita terhadap penyakit.”   

“Oh ceramah itu. Menurut ustadz Fauzi, setiap  penyakit  itu ada  obatnya  kecuali  penyakit  tua  dan  kematian.  Jika   kita  menyikapi  penyakit  yang menyerang kita sebagai  bentuk  teguran kasih sayang-Nya  agar kita kembali kepada-Nya, maka  penyakit  itu identik dengan sinyal bahwa di hati kita ada noda. Sehingga kita harus membersihkan hati kita dengan bertobat dan banyak istighfar, memohon ampun kepada-Nya.” 

“Benar An. Jadi jika penyakit yang menyerang tubuhmu sangat parah maka boleh jadi noda-noda atau dosa-dosa yang ada di hatimu sudah melebihi ambang batas toleransi. Sehingga kamu  harus menggelontornya.”

“Menggelontornya? Seperti kholesterol jahat saja.”  

“Kalau kholesterol jahat dengan obat. Sedangkan dosa dengan banyak tobat, yaitu dengan membaca istighfar sebanyak-banyaknya dan bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan dosa itu lagi. Sehingga penyakit yang menimpamu  akan  menggugurkan  dosa-dosamu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,  “ Jadi tidak mengapa, rasa sakit ini sebagai pembersih dosa.. Hadis riwayat Al-Bukhari nomor .3616.” 

“Begitu ya Nenek Kha?’

“Ya Annisa. Ketika sakit kamu wajib berobat  sesuai  dengan  kemampuan  kamu. Minum obat yang tepat dan tetap menjadi muslimah taat. Menjadikan sabar dan salat sebagai penolong, berdoa  tak kenal lelah memohon kesembuhan kepada-Nya dan  tawakal, hasil akhir kamu  serahkan  kepada-Nya saja.  Apapun   hasilnya.  Setelah  kamu  berikhtiar  seoptimal mungkin dan berdoa  maka itulah  keputusan  yang  terbaik  dari-Nya. Jika kamu tidak mau  berobat maka  sama saja  kamu berputus asa dari rahmat-Nya. Padahal rahmat-Nya meliputi langit dan bumi,” lanjut  Nenek Kha lalu dia pergi.

Lihat selengkapnya