Dalam Bayangan Sirosis

Abdisita Sandhyasosi
Chapter #4

Mimpi Buruk Lagi

Hari itu adalah hari ke empat aku tergolek lemah di rawat inap rumah sakit. Kondisi kesehatanku semakin memburuk. Ibu masih menjagaku. Beberapa saat galau menyerangku. Tiba-tiba Nenek Kha melintas di ruang imajinasiku.

“Hai Annisa1 Mumpung Allah masih memberimu hidup, ingatlah dosa-dosamu dan hapuslah dosa-dosamu itu dengan banyak istighfar. Rasulullah saja membaca istighfar minimal seratus kali setiap hari. Lebih-lebih kamu yang punya dosa selangit!”

“Dosaku tidak hanya selangit, tetapi memenuhi langit dan bumi.” Batinku berkata.

“Oleh karena itu kamu harus banyak baca istighfar, Annisa. Cukup di dalam hati saja. Biar orang lain tidak tahu dan hatimu terjaga. “

‘Insya Allah Nenek Kha.” 

“Kamu juga harus istikamah mengerjakan kewajibanmu salat awal waktu tepat waktu. Setiap terdengar adzan Dhuhur, segeralah kamu berwudhu dan kemudian mengerjakan salat Dhuhur!” Nenek Kha melanjutkan perkataannya.

Aku menghela nafas panjang. “Aku masih belum bisa disiplin, Nenek Kha. Dan belum bisa  mengerjakan salat wajib tepat waktu,” kataku beralasan.

“Bukan karena kamu belum bisa, Annisa. Tetapi niatmu yang kurang. Solusinya adalah  kencangkan niatmu agar bisa mengerjakan salat wajib tepat waktu.”

“Aku sudah berusaha mengencangkan niatku. Tetapi seringkali kendor.” 

“Istikamahlah mengencangkan niatmu. Dan ingatlah dalam setiap melakukan ibadah selalu iringi dengan rasa cinta kepada-Nya. Karena sekecil apapun kadar cintamu. Insya Allah hal itu tidak akan berakhir sia-sia. Bahkan berpeluang mendapatkan cinta-Nya dan hikmah beribadah dengan rasa cinta adalah dengan rahmat-Nya dapat mengaktifkan hormon kebahagiaan alias dopamin,” ucap Nenek Kha. 

Jam di dinding ruang rawat inap sudah menunjukkan pukul delapan lebih. Aku mengantuk sekali. Sesaat kemudian aku tertidur. Tiba-tiba aku berada di lapangan yang amat luas dan tidak berumput. Langitnya berwarna merah seperti bara. Aku ketakutan. Lalu aku memejamkan mata agar tidak melihat apa-apa. Ketika aku mencoba membuka mataku, sekelilingku tampak gelap gulita. Aku semakin ketakutan. “Apakah aku sudah mati?” Tanyaku dalam hati.. “Tidaaak. Aku tidak mau mati dulu!” serta merta aku berteriak.

 ”Bangun, Annisa! Bangun Annisa!” Ibu berseru sambil mengguncang-guncang tubuhku dengan keras. Sehingga aku terbangun. Mimpi buruk yang kualamii pun berakhir.

Lihat selengkapnya