Siang hari. Saat aku merapikan buku-bukunya di rak buku, sebuah buku hadiah dari seseorang yang berjudul: Wanita Sholihah Bidadari Surga menarik perhatianku. Aku mengambilnya dari rak buku. Tiba-tiba bayangan lelaki yang biasa kupanggil Ali itu berkelebat dalam benakku. Lelaki yang suka memakai gamis warna putih itu pernah mengenalkanku pada pola hidup sederhana ala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Ali pernah datang ke tempat kostku bersama adik perempuannya beberapa kali. Suatu hari Ali menanyakan apakah aku siap menerima lamarannya dan dia hanya memberi waktu aku tiga puluh menit untuk menjawabnya. Tentu saja aku tidak bisa langsung menjawabnya. Bukan karena menolaknya melainkan karena aku belum percaya diri untuk menerimanya. Dan aku memerlukan waktu untuk menjawabnya. Alasanku adalah, pertama aku masih terbata-bata membaca Al-Qur’an. Kedua, aku berasal dari keluarga Islam KTP. Sedangkan Ali adalah seorang ustad yang aktif mengisi pengajian dan berasal dari keluarga Islam taat.
Ali memang lelaki yang baik. Meskipun demikian aku harus menerima kenyataan bahwa Ali telah membatalkan keinginan untuk melamarku.
Tiba-tiba aku mendengar suara benda yang jatuh ke lantai kamarku. Mataku segera menyelidik mencari tempat asal bunyi benda yang jatuh itu. Benda yang jatuh itu berwarna hitam. Benda hitam itu bergerak.
“Oh Den Bagus!” ucapku spontan.
Benda hitam yang bergerak itu ternyata tikus. Ibuku biasanya memanggilnya dengan sebutan Den Bagus. Tak lama kemudian Den Bagus itu lari terbirit-birit menuju pintu begitu aku memergokinya memasuki kamarku. Bersamaan dengan hal itu bayangan Ali pun menjauh dari pikirannya. Innalillahi wa inna lillahi rojiun. Sesungguhnya kita milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Aku menarik nafas dalam-dalam seraya menyebut asma Allah dengan lembut. Lalu aku menghembuskannya pelan-pelan. “Hanya kepada-Mu-lah cintaku berlabuh,” ucapku dalam batin.
^-^
Beberapa hari berlalu. Aku mendapat informasi dari seorang teman bahwa pesantren Langit di Bondowoso membutuhkan seorang pengasuh yang memahami ilmu jiwa. Karena aku adalah lulusan program studi psikologi yang sedikit banyak memahami ilmu jiwa maka aku tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Apalagi pesantrennya berada di kota kecil Bondowoso yang berhawa dingin.
Setelah Pak Kiai mewawancaraku di sebuah tempat di Surabaya, aku diterima bekerja sebagai pengasuh Pesantren Langit di Bondowoso. Betapa senang hatiku, meskipun bukan di panti asuhan seperti yang kuharapkan. Yang penting aku mendapatkan pekerjaan di tempat yang nyaman. Ibu juga nampak senang setelah mendengar kabar bahwa aku mendapatkan pekerjaan di sebuah pesantren di kota kelahiranku Bondowoso.