Dalam Bayangan Sirosis

Abdisita Sandhyasosi
Chapter #10

Perokok Berat

Hari pertama bulan ke lima pernikahan kami. Usaha kripik gadung kami macet. Tidak  adanya  usaha  lain setelah  kripik gadung macet membuat  kondisi  keuangan  keluarga kami  semakin  terpuruk. Kebiasaan  merokok Mas Dedi kambuh. yaitu,  merokok seperti  rangkaian  gerbong  kereta  api.  Sehari  Mas Dedi bisa  menghabiskan  puluhan  batang  rokok. Tak  peduli apakah Mas Dedi  punya  uang  atau  tidak.  Yang  penting  Mas Dedi  bisa  merokok  meskipun  harus berutang  ke  warung  tetangga. Seperti  pagi ini. Bangun tidur Mas Dedi langsung  mencari rokok. Kebetulan rokoknya masih ada. Kalau tidak Mas Dedi pasti meluncur ke warung tetangga untuk utang rokok. 

Setelah membuang hajat, aku duduk termenung di tepi sungai. Hidup bersama Mas Dedi membutuhkan kesabaran ekstra. Masalah sepele saja bisa membuatnya naik darah.  Misalnya ketika  tidak  ada  wedang  kopi  di  atas  meja  makan, maka  tangannya  yang  kokoh  langsung  menggebrak-gebrak  meja  makan  sampai  kaki  mejanya  patah. Aku berkata dengan diriku sendiri. Kira-kira dua belas menit kemudian aku berdiri. Lalu berjalan kembali ke rumah. Lamat-lamat kudengar Mas Dedi berteriak.

“Annisaaa!!! Annisaaa!!!”

“Ada apa Mas?” tanyaku setelah sampai rumah.

“Mana wedang kopiku?”

“Sebentar Mas... Aku masih mau bikin.”

“Tadi kamu kemana saja?” 

“Baru saja aku pergi ke sungai Mas. Buang air.” Aku berkata sambil menjerang air. Setelah airnya mendidih, aku membuat wedang kopi. Bubuk kopinya tinggal satu sendok teh. Gulanya hampir habis. Aku mengkorek-korek gula yang menempel di wadahnya. Satu cangkir wedang kopi selesai kubuat. Lalu  aku memberikan wedang kopi tersebut kepada Mas Dedi,  Mas Dedi segera menyeruputnya. Baru saja satu seruputan Mas Dedi langsung menyemburkan ke depanku. 

“Kopi apa ini?”

Lihat selengkapnya