Tak kuduga aku hamil lagi. Dan ketika usia kehamilanku sekitar tiga bulan, aku mendapat tugas yang cukup berat, yaitu membuat beberapa laporan yang harus segera aku selesaikan dan serahkan akhir bulan ini.
Usai mengajar TK, aku menggendong Adil sambil membawa setumpuk berkas laporan. Sebelum meninggalkan Wildan dan Imam yang sedang bermain di halaman belakang kantor Yayasan, aku meminta mereka untuk menungguku di teras TK. Karena aku harus menyelesaikan pekerjaanku di kantor Yayasan yang terletak di halaman depan.
“Mas Wildan dan dik Imam tunggu di sini dulu sebentar! Jangan bertengkar dan jangan pergi ke mana-mana,” pesanku kepada Wildan dan Imam sambil membetulkan gendonganku yang kurang erat.
“Umi mau ke mana?” tanya Wildan.
“Ke Kantor depan,” jawabku singkat.
“Umi mau apa?” tanya Wildan.
“Mau bikin laporan bulanan,” jawabku sambil menunjukkan berkas laporan yang hendak kuserahkan..
“Jangan lama-lama ya, Umi!” pesan Wildan.
Aku mengangguk pelan sambil tersenyum.
Wildan dan Imam duduk di lantai teras yang berlantai keramik putih. Aku berjalan menuju kantor Yayasan sambil menggendong Adil. Selama sekian lama menit aku mengerjakan urusanku di kantor Yayasan. Setelah urusanku di kantor Yayasan selesai, aku mampir ke Asrama Putri sebentar. Kemudian aku kembali ke teras TK tempat Wildan dan Imam menungguku.
Sampai di teras TK , aku melihat Imam duduk sendirian. Kontan saja aku terkejut.
“Di mana mas Wildan?” tanya ku kepada Imam sambil tetap menggendong Adil yang tidak bisa diam karena ingin turun.
“Nggak tahu,” jawab Imam ringan.
“Tadi Imam ‘kan bersama mas Wildan, masa nggak tahu?” tanyaku.
Imam diam. Matanya berkaca-kaca. Tiba-tiba aku merasakan kepanikan yang luar biasa. “Jangan-jangan anakku diculik,” pikirku. Karena waktu itu sedang marak-maraknya kasus penculikan anak.
“Ya, sudahlah! Ayo kita cari mas Wildan!” ajakku sambil menarik lengan Imam. Kepanikan yang luar biasa masih melingkupi perasaanku. Lalu aku dan Imam mencari Wildan di sekitar halaman TK. Di semak-semak. Di belakang gedung TK. Di ruang-ruang kelas TK yang sempit. Tetapi aku tak menemukannya. Ketika aku menanyakan Wildan pada orang-orang yang ada di sekitar gedung TK, mereka menjawab tidak tahu.
Aku terduduk di lantai teras TK. Bayangan buruk tiba-tiba menghampiri pikiranku . Jangan-jangan Wildan diculik atau terjatuh ke kolam atau ke lubang sumur yang ada di dekat TK. Aku segera menepis pikiran negatif itu, beristighfar dan memohon kepada-Nya agar anakku di lindungi-Nya dari mara bahaya.
Aku mencari Wildan di kolam ikan, dan di sumur yang ada di dekat TK. Tetapi, sebetulnya kolam ikan dan sumur tersebut sudah cukup aman dari jangkauan anak-anak karena ada pagar yang mengelilinginya kecuali jika pagarnya rusak. Lalu aku mencarinya di lapangan yang lokasinya tidakjauh dari TK. Namun di sini pun aku tak menjumpai Wildan.
Aku terduduk lagi di lantai teras TK. Termenung beberapa saat.
“Coba kau ingat-ingat! Siapa teman mas Wildan yang barusan ke sini?” tanyaku dengan lembut kepada Imam..
Imam berpikir sejenak, lalu berkata,”Eeeh.. mas Fakih.”
Aku manggut-manggut. Jadi kemungkinan Wildan pergi bersama Fakih yang rumahnya tidak jauh dari TK.