Dalam Bayangan Sirosis

Abdisita Sandhyasosi
Chapter #31

Kematian Indah

Setelah  kelahiran  anakku  yang  kelima,  aku  mengundurkan   diri  sebagai   guru  TKIT.  Hal  ini aku lakukan  agar  aku bisa fokus  mengurus  anak-anakku sambil mencari penghasilan di rumah. Hana yang baru berusia tiga tahun, aku masukkan ke  PAUD (Pendidikan  Anak  Usia  Dini)  yang  ada  di  dekat  rumah  kontrakan. Setiap hari  Senin sampai Rabu aku mengantarkan Hana ke PAUD sambil menggendong Jamil.

Di sela-sela kesibukanku mengurus anak-anakku dan usaha rumahan, aku mengikuti kursus  pijat dengan instruktur seorang ahli fisioterapis dan kursus bekam dengan instruktur pakar bekam di sebuah rumah bekam di Jember. Bekam merupakan pengobatan ala Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Bekam menurut  KBBI adalah memantik darah ke luar dari badan.  Sedangkan menurut pakar kesehatan  adalah membuang sampah metabolisme tubuh misalnya kholesterol. Setelah aku memiliki ilmu bekam dan kemampuan untuk membekam, aku mengobati anggota keluargaku yang sakit dengan bekam.  Aku juga mencari tambahan penghasilan lewat bekam yaitu dengan membekam muslimah. 

^-^

Sekian  bulan berlalu. Suatu malam aku  bermimpi. Aku  berada  di  sebuah  kamar  tempat  Bapak  berbaring  tidak berdaya karena sakit.  Sambil   duduk  di  sisi  tempat tidur,  Aku  membimbing Bapak mengucapkan  syahadat  sampai  maut  menjemputnya.

          Beberapa   hari  setelah  aku  bermimpi  membimbing Bapak bersyahadat di  sebuah  kamar,  Bapak  menelponku.  Bapak  pamit  akan  menjalani  terapi   di  Jawa  Barat  dan  minta  didoakan  agar  diberi-Nya  kesembuhan.  Selang  beberapa  hari  kemudian  adikku  menyampaikan berita lewat telpon  bahwa  Bapak  sedang  menjalani  operasi  prostat  di  rumah  sakit Bandung.  

          Mendengar  berita  itu  sebetulnya aku  ingin  sekali  pergi  ke  rumah  sakit  tempat  bapak menjalani perawatan  dan  kemudian  menjaga bapak.  Tetapi  apa  daya  diriku tidak  punya  dana  untuk  pergi  ke  sana.  Jangankan  pergi  ke  Jawa  Barat,  untuk  makan   sehari-hari   saja  kami  harus  bersusah  payah  mencari dananya.  Lagipula  akui  tak   mau  berhutang  karena aku takut tak bisa membayarnya. Akhirnya aku hanya  bisa  berdoa.

^-^

          Menjelang akhir tahun 2008. Kira-kira pukul dua belas malam HP  Mas  Dedi  berdering. Mas Dedi  mengangkatnya. Ternyata  Bapak  yang menelpon. Bapak sudah ada di Surabaya. Katanya, Bapak terserang diare. Perawat memasang kateter pada tubuh Bapak.    Air  seninya  bercampur   darah. Ibu sudah tidak sanggup lagi merawat Bapak pasca menjalani operasi prostat. Kata Bapak, Ibu  kecapekan  dan  kurang  tidur  beberapa  hari.  Oleh karena itu Bapak meminta aku  agar    segera datang   ke   Surabaya.    

          Aku   pun meminta  izin  Mas Dedi untuk  merawat Bapak di rumah Surabaya.  Dan Mas  Dedi  mengizinkan aku pergi ke Surabaya. Lalu Mas Dedi memberiku sejumlah uang untuk ongkos transpor Bondowoso -Surabaya.

          Esok harinya.  Aku  menyelesaikan pekerjaan rumahku secara marathon. Usai menyiram  tanaman, Aku mencuci baju dan  memasak. Begitu selesai memberesi  rumah,  aku mandi. Lalu aku memandikan  Jamil. Aku memberinya pakaian. Setelah  itu aku menggendong Jamil, menyangklong tas kecil ke bahu, dan menjinjing  tas pakaian. Aku  berangkat ke terminal Bondowoso dari terminal tersebut akui naik bis jurusan Surabaya.    

          Sekitar  pukul sebelas, bus Laju  yang kami tumpangi berangkat  ke  Surabaya. Bus Laju   melewati hutan Arak-arak Wringin, Besuki,  PLTU  Paiton, Kraksaan. Berhenti  sejenak  di  terminal  Probolinggo. Lalu bus  melanjutkan  perjalanannya. Ia menyusuri  jalan-jalan  menuju  Surabaya.  

Lihat selengkapnya