Awal Juli 2009. Setelah Bapak meninggal dunia, Ibu tinggal sendirian di Surabaya. Ibu tidak mau tinggal bersamaku di Bondowoso. Karena, udara Bondowoso yang dingin tidak cocok dengan tubuh Ibu yang sudah terbiasa hidup di daerah panas, juga karena kondisi keluargaku yang miskin sehingga Ibu tidak sampai hati tinggal bersamau di Bondowoso. Ibu takut membebani suamiku. Sedangkan tinggal bersama adikku yang ada di Bekasi, Ibu tidak mau. Karena adikku sibuk bekerja dan Ibu tidak mau merepotkannya.
Karena Ibu tidak bersedia ikut aku dan juga tidak mau tinggal bersama adikku maka mau tak mau aku menemani Ibu tinggal di Surabaya. Konsekuensinya, aku harus mengajak semua anakku pindah sekolah ke Surabaya. Hal ini tentu saja membuatku pusing tujuh keliling karena dalam keterbatasan dana aku harus mengurus kepindahan sekolah mereka. Namun, apa yang bisa aku perbuat jika Ibu menginginkan kehadiranku dan suamiku mengizinkan aku dan anak-anakku tinggal di Surabaya ?
Setelah melalui proses yang cukup panjang dan sedikit rumit, akhirnya anak-anakku diterima di SDN (Sekolah Dasar Negeri) dan SMP (Sekolah Menengah Pertama) Negeri yang ada di dekat rumah Ibu di Surabaya. Alhamdulillah tidak mengeluarkan biaya kecuali membayar uang seragam sebesar lima ratus ribu untuk anakku yang baru masuk SMP. Imam duduk di bangku SMP kelas satu, Adil duduk di bangku SD kelas enam dan Hana duduk di bangku SD kelas dua.
Mulai tahun ajaran baru aku dan empat anakku tinggal bersama Ibu di Surabaya. Sedangkan suamiku tetap tinggal di Bondowoso. Mas Dedi tinggal di rumah kontrakan sendirian. Mas Dedi tidak mau tinggal bersama kami di Surabaya karena Mas Dedi harus mengurus sawahnya di desa. Dan juga mengurus pekerjan lainnya di Bondowoso.