Dalam Bayangan Sirosis

Abdisita Sandhyasosi
Chapter #37

Dikuntit Malaikat Maut

Akhir  Maret 2013. Pagi. Telepon seluler milikku dering. Di layarnya tertulis nama Bunda yang berarti telpon itu berasal dari Ibu.  Aku menekan tombol jawab, ”Halo, assalamu’alaikum!” 

          “Wa’alaikum salam, sayang,” jawab Ibu dengan lembut. 

          “Bagaimana keadaan Ibu hari ini?”  Aku bertanya seperti biasanya.  

          Ibu  tidak menjawab. Pikirku, “Apa suaraku tidak jelas?”

          “Kesehatan ibu bagaimana?” Aku bertanya  lagi.    

          “Kenapa  belum  ke  Surabaya?”  Ibu balik bertanya.  

          “Belum ada dana, Bu. Soalnya uang untuk ongkos tranpor ke Surabaya,  habis  untuk  membeli  regulator kompor gas.”Aku  menjawab apa adanya.. 

          “Oh begitu. Maafkan Ibu.” sahut Ibu.  

           “Dan kemarin aku  sakit kepala.,”  Aku memberi tambahan alasan.. 

          “Sakit kepala?” nada suara Ibu agak terkejut. 

           “Ya, Bu. Jadi  aku takut pergi ke Surabaya  sendirian. Nanti kalau terjadi apa-apa.”  

           “Akhir-akhir ini Ibu juga sering sakit  kepala. Nyeri sekali rasanya...”  

Beberapa saat komunikasi lewat telpon seluler terputus karena tidak ada sinyal. Setelah  tersambung, Ibu  melanjutkan curahan hatinya. “Annisa, akhir-akhir ini Ibu makan sedikit sekali.  Entah kenapa Ibu gak selera makan. Karena jarang makan maka   badan  kurus  sekali sekarang”  

Ibu menarik nafas panjang. Lalu Ibu melanjutkan perkataannya. “Kata dokter Ibu mengalami gangguan   pencernaan atau  dispepsia.  Kadang-kadang   pusing-pusing  yang  Ibu alami sering  membuat Ibu  tidak  mampu  untuk menyeduh  bubur  instan  sendiri.  Kalau  sudah pusing  Ibu  tidak  bisa  berbuat  apa-apa.  Ibu  langsung  berbaring di ranjang sampai tertidur.   Tubuh Ibu mudah terseret  kursi yang tertiup angin kencang  karena tubuh Ibu sangat  kurus. Kalau  berjalan, Ibu harus berpegangan pada dinding atau  apa agar Ibu tak  mudah  jatuh.” 

          Komunikasi  terputus lagi karena tidak ada sinyal. Setelah ada sinyal dan hubungan tersambung, Ibu  melanjutkan curhatnya,” Annisa, ada  sosok  tinggi besar yang  tiba-tiba  berdiri  dan  diam  terpaku  di  sekitar  kamar  Ibu.  Makhluk  itu  beberapa  kali  mengikuti  Ibu  dan selalu  memandangi  Ibu.  Ibu  balas  memandanginya. Ibu heran mengapa dia mengikuti Ibu terus?  Untungnya  Ibu   tidak sampai menjerit  karena  Ibu  sudah  sering  menghadapinya.”  

Dalam hati aku bertanya. Apakah  makhluk  itu  adalah  malaikat maut yang Allah kirim   untuk  mencabut  nyawa  Ibu?   

Sebelum  Ibu  menutup  telponnya yang pada hari itu durasinya lama sekali,  Ibu berkata, “Annisa Bidadari, maafkan Ibu! Sungguh maafkan Ibu!”

“Ya, Bu! Aku juga minta maaf.”   

“Ibu minta kamu dan keluargamu segera datang ke sini!”

“Ya Bu. Insya Allah!” Aku menjawab sambil hatiku bertanya-tanya. Apakah Ibu sudah waktunya?  

Lihat selengkapnya